KOMPAS.com - Terbitnya aturan baru mengenai perluasan batas maksimal penghasilan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) yang boleh membeli rumah subsidi memunculkan tantangan baru.
Tantangan ini perlu diantisipasi oleh Pemerintah dengan mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang bisa menjadi solusi.
Dirangkum oleh 优游国际.com, berikut beberapa tantangan yang muncul setelah terbitnya Peraturan Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (Permen PKP) Nomor 5 Tahun 2025 tentang Besaran Penghasilan dan Kriteria Masyarakat Berpenghasilan Rendah Serta Persyaratan Kemudahan Pembangunan dan Perolehan Rumah yang ditetapkan oleh Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Maruarar Sirait pada 17 April 2025.
Wakil Ketua Umum DPP Real Estate Indonesia (REI), Bambang Ekajaya mengatakan bahwa dengan batasan penghasilan yang sudah ditetapkan ini, maka masyarakat yang bisa mengakses rumah subsidi akan lebih besar.
Namun, dia juga membeberkan sejumlah persoalan yang bakal dihadapi pemerintah. Terutama terkait ketersediaan kredit rumah subsidi lewat skema Fasilitasi Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP).
“Tantangan utamanya adalah ketersediaan kredit FLPP, karena sudah beberapa tahun terakhir jumlah FLPP lebih kecil dari kebutuhan," ujarnya pada Minggu (27/4/2025) dikutip dari Kontan.co.id.
Baca juga: Resmi Terbit, Aturan Baru Gaji Maksimal MBR Beli Rumah Subsidi
Bambang menjelaskan, tahun ini pemerintah telah mengalokasikan FLPP sebanyak 220.000 unit. Kemudian berencana menambah kuotanya menjadi 420.000 unit.
Kendati demikian, kuota tersebut masih sangat jauh dari target pemerintah yang tengah menggalakkan program 3 juta rumah.
"Tentu masih jauh dari target untuk program 3 juta hunian baik landed (rumah tapak) maupun hunian vertikal (rusun, apartemen)," tukasnya.
Ekonom Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin menilai bahwa kebijakan ini memang akan memperluas pasar bagi program perumahan rakyat.
Kendati begitu, masyarakat yang membutuhkan dan mampu untuk membeli rumah subsidi belum mendapat solusi dari pemerintah.
"Isu utama masih belum dicarikan solusi, yaitu masyarakat yang butuh dan mampu, tetapi tidak bankable karena berasal dari sektor informal. Jumlah mereka sangat banyak dan mereka juga pembayar pajak yang berhak mendapatkan manfaat dari program Pemerintah," katanya dikutip dari Kontan.co.id.
Wijayanto mengungkapkan, saat ini pemerintah bisa menggalakkan skema sewa beli hunian (rent to own/RTO) .
Skema ini, kata dia, konsumen bisa menyewa unit rumah dari pengembang perumahan (developer), dan dalam waktu tertentu rumah tersebut bisa menjadi milik penyewa.
"Ini akan membuka pasar baru sekaligus meminimalisir risiko bagi bank dan developer," pungkasnya.
Baca juga: Biayai 30.000 Rumah Subsidi Nakes, BTN Siapkan Rp 5,1 Triliun