KOMPAS.com - Presiden Prabowo Subianto diminta untuk memberhentikan Yandri Susanto dari jabatan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Mendes PDTT).
Permintaan ini datang dari sebuah organisasi nirlaba Lokataru Foundation, menyusul putusan MK yang menyebut keterlibatan Yandri dalam pemenangan istrinya, Ratu Rachmatuzakiyah, pada Pemilihan Bupati Serang, Banten.
Dilansir dari 优游国际.tv (26/2/2025), permintaan pemecatan ini disampaikan setelah Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan bahwa Yandri Susanto terbukti terlibat dalam campur tangan politik untuk memenangkan istrinya pada Pilkada Serang 2024.
Dalam putusannya, MK menyatakan bahwa Yandri melakukan intervensi dalam Pilkada Serang dengan memanfaatkan posisi dan pengaruhnya untuk mengarahkan dukungan kepada istrinya.
Baca juga:
MK juga telah memutuskan untuk diadakannya pemungutan suara ulang (PSU) di semua tempat pemungutan suara (TPS) di Kabupaten Serang, sebagai akibat dari adanya intervensi politik yang melibatkan Yandri Susanto.
"Kebenarannya telah diuji melalui sidang sengketa Perselisihan Hasil Pemilihan Kepala Daerah (PHPKADA) 2024 di Mahkamah Konstitusi (MK) dalam perkara Nomor 70/PHPU.BUP-XXIII/2025," ungkap Lokataru Foundation dalam siaran pers yang diterima 优游国际 TV pada Rabu( 26/2/2025).
Baca juga:
Dalam keterangannya, Lokataru Foundation menyatakan bahwa Yandri Susanto telah memanfaatkan jabatan sebagai Menteri Desa untuk memengaruhi kepala desa di Kabupaten Serang.
Kepala desa yang berada di bawah koordinasi Kementerian Desa PDTT diduga diarahkan untuk mendukung istrinya dalam Pilkada.
Lebih lanjut, Yandri Susanto dianggap melakukan intervensi langsung dan tidak langsung dengan memobilisasi sumber daya negara untuk memenangkan sang istri.
Tindakan Menteri Yandri Susanto ini dinilai telah melanggar prinsip netralitas pejabat publik dan mengabaikan penggunaan fasilitas negara untuk kepentingan pribadi serta politik keluarga.
Menurut Lokataru, tindakan Yandri tidak hanya mencederai prinsip demokrasi, tetapi juga melanggar sejumlah regulasi yang berlaku.
“Selain melanggar prinsip demokrasi dan netralitas pejabat publik, tindakan Menteri Desa PDTT ini juga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku,” ujarnya.
Beberapa di antaranya adalah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, yang mengatur netralitas kepala desa dalam politik. Lalu, Pasal 70 ayat (3) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, yang melarang pejabat tertentu untuk terlibat dalam kampanye.
Kemudian Pasal 71 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, yang melarang pejabat negara, pejabat struktural, dan pejabat fungsional dalam jabatan negeri serta kepala desa untuk membuat keputusan atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon selama masa Pilkada.
Selain itu, ada juga Pasal 5 angka 4 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme yang mengatur larangan penyelenggara negara untuk melakukan tindakan nepotisme.