KOMPAS.com - Isra Miraj merupakan peristiwa luar biasa dalam sejarah Islam yang memiliki makna mendalam bagi umat Muslim.
Kejadian ini menggambarkan perjalanan Nabi Muhammad SAW, yang dimulai dari Masjidil Haram di Mekkah menuju Masjid Al-Aqsa di Yerusalem (Isra), lalu dilanjutkan dengan perjalanan spiritual menuju Sidratul Muntaha, langit tertinggi (Miraj).
Peristiwa ini menjadi momen penting karena dalam perjalanan ini Nabi Muhammad menerima perintah Allah SWT untuk melaksanakan salat lima waktu, kewajiban utama umat Islam hingga saat ini.
Baca juga: Apakah Isra Miraj 2025 Ditetapkan Libur Nasional?
Isra Miraj terjadi pada tanggal 27 Rajab dalam kalender Hijriah, atau sekitar tahun 621 Masehi.
Peristiwa ini dianggap sebagai hiburan dari Allah SWT untuk menguatkan Nabi Muhammad yang saat itu sedang berduka karena kehilangan dua sosok penting dalam hidupnya, yaitu pamannya, Abu Thalib, dan istrinya, Siti Khadijah.
Meskipun terdapat perbedaan pendapat tentang waktu tepatnya kejadian ini, mayoritas umat Islam meyakini bahwa Isra Miraj berlangsung pada malam 27 Rajab.
Secara etimologi, istilah Isra berarti perjalanan malam hari, sedangkan Miraj berarti kenaikan ke langit.
Perjalanan Isra dimulai ketika Nabi Muhammad dibawa oleh Malaikat Jibril dari Kabah di Mekkah ke Masjid Al-Aqsa di Yerusalem menggunakan hewan khusus bernama Buraq.
Buraq digambarkan sebagai hewan yang memiliki tubuh seperti kuda putih dengan sayap dan ekor seperti burung merak.
Meskipun jarak antara Mekkah dan Yerusalem biasanya membutuhkan waktu perjalanan hingga satu bulan, perjalanan ini diselesaikan hanya dalam semalam.
Setibanya di Masjid Al-Aqsa, Nabi Muhammad memimpin salat bersama para nabi terdahulu, sebuah momen yang menegaskan posisi beliau sebagai pemimpin para nabi.
Setelah Isra, Nabi Muhammad melanjutkan perjalanan Miraj, yaitu kenaikan ke langit tertinggi, Sidratul Muntaha.
Dalam perjalanannya, Nabi bertemu dengan nabi-nabi besar di setiap tingkatan langit:
Pada Sidratul Muntaha, Nabi Muhammad menerima perintah Allah untuk melaksanakan salat 50 waktu dalam sehari.
Namun, atas saran Nabi Musa, beliau memohon keringanan kepada Allah, hingga akhirnya jumlah salat dikurangi menjadi lima waktu sehari.