KOMPAS.com - Duka masih meliputi setelah Wakiyem atau yang akrab dikenal Mbok Yem, pemilik warung tertinggi di Indonesia meninggal dunia di usia 82 tahun.
Mbok Yem meninggal dunia di kediamannya di Dusun Dagung, Desa Gonggang, Kecamatan Poncol, Magetan, Jawa Timur, pada Rabu (23/4/2025) sekitar pukul 13.30 WIB.
Jenazahnya pun telah dimakamkan di Pemakaman Umum Desa Gonggang yang tidak jauh dari rumahnya.
Sebelumnya, Mbok Yem sempat menjalani perawatan di RSU Siti Aisyiyah Ponorogo karena penyakit Pneumonia yang ia derita.
Banyak yang ikut berduka dan merasa kehilangan sosok Mbok Yem, termasuk para pendaki yang kerap jajan di warungnya ketika hendak mencapai puncak Gunung Lawu.
Setelah sang pemilik warung itu tutup usia, berbagai kisah ia tinggalkan, termasuk tentang si Temon, kera yang telah ia pelihara bertahun-tahun.
Temon Dianggap Mbok Yem Seperti Anak Sendiri
Dilansir dari TribunJakarta.com (24/4/2025), kera yang diberi nama Temon itu dipelihara Mbok Yem di sebuah dangau tua yang lokasinya bersebelahan dengan warung nasi pecelnya.
Mbok Yem diketahui kerap memberikan langsung piring plastik berisi makanan kepada kera tersebut.
Tak hanya dibiarkan makan sendiri, kera itu juga pernah terekam tengah disuapi oleh Mbok Yem.
Tampak di depan sebuah perapian, Mbok Yem yang mengenakan jaket tebal duduk sembari menyuapi Temon yang menyambutnya dengan lahap.
"Wes koyo anakku dewe (sudah seperti anakku sendiri)," ujar Mbok Yem seperti dikutip dari Instagram wonosobo.info pada Kamis (24/4/2025).
Dilansir dari TribunJogja.com (3/20/2023), Mbok Yembahkan pernah menolak dievakuasi karena tidak mau meninggalkan si Temon saat kebakaran hutan melanda Gunung Lawu.
Meski sudah dibujuk, ia memilih menemani hewan peliharaan di warungnya untuk memastikan kondisinya sehat dan selamat.
Selain Temon, Mbok Yem juga diketahui memelihara dua ekor kucing di sekitar warungnya tersebut.
Beruntung, saat itu warung yang menjadi mata pencaharian Mbok Yem itu selamat dari kobaran api yang membakar kawasan lereng Gunung Lawu.
Ternyata, warung tersebut aman karena karena sebelumnya telah dibuat ilaran (penyekat api) di sekitarnya.
Walau begitu, warung-warung di sekitarnya, seperti di kawasan Jolotundo, Sendang Drajat sampai selatan Telaga Kuning sudah habis terbakar.
Mbok Yem dan Sejarah Warung Legendaris di Gunung Lawu
Nama Mbok Yem sudah sangat melegenda sebagai pemilik warung di Puncak Gunung Lawu.
Lokasi tepatnya berada di sekitar di Hargo Dumilah yang berada di ketinggian 3.150 meter di atas permukaan laut atau berjarak 115 mdpal dari puncak Lawu.
Mbok Yem adalah pemilik warung makan pertama di Puncak Gunung Lawu sejak 1980-an.
Dilansir dari WartaKotalive.com (24/4/2025), juru bicara keluarga sekaligus cucu dari Mbok Yem, Syaiful Gimbal, mengatakan bahwa dulunya Mbok Yem hanya mencari tumbuhan jamu di hutan Gunung Lawu untuk dijual,
Kegiatan itu dilakukannya sebelum akhirnya memutuskan untuk membuka warung di lokasi tersebut.
Syaiful mengaku sempat bermalam di tengah hutan Gunung Lawu saat menyusul Mbok Yem ketika ia masih kelas 5 SD.
"Kalau bermalam di Gunung Lawu dulu Mbok Yem tidurnya gali sisi bukit, gali tanah seperti di dalam galian biar hangat. Kalau di luar dingin sekali. Saya pernah ikut sekali saat kelas 5 SD," kata Syaiful ditemui di rumah duka, Rabu (23/4/2025).
Awal mula Mbok Yem membuka warung adalah ketika ada pendaki yang membutuhkan makanan karena tak membawa bekal.
"Ya awalnya itu kan ada pendaki yang butuh makanan karena tidak membawa bekal. Kemudian, Mbok Yem akhirnya mencoba berjualan dari bekal yang dia bawa untuk mencari jamu," ujar Syaiful.
Tidak terasa, sudah lebih dari 35 tahun Mbok Yem membuka warung di puncak Gunung Lawu.
Warungnya selalu menjadi tempat singgah para pendaki dengan menu yang sangat terkenal yaitu pecel dan gorengan.
Meski sederhana, menikmati sepiring pecel dan gorengan di warung Mok Yem terasa sangat mewah karena hanya bisa dinikmati setelah menempuh perjalanan mendaki ke puncak Gunung Lawu.
Keluarga Ungkap Pesan Terakhir Mbok Yem
Sebelum meninggal dunia, Mbok Yem juga sempat menyinggung tentang warungnya.
Syaiful mengatakan bahwa ketika mulai membaik, Mbok Yem sempat mengaku akan memilih menunggui cucunya.
Mbok Yem diketahui sempat mengungkap tidak akan lagi menunggu warungnya di Puncak Gunung Lawu.
"Ya, dia inginnya di rumah menjaga cucunya, karena cucunya jarang ditunggui, tahu-tahu sudah besar. Makanya, Mbok Yem rencananya kalau sudah pulih tidak lagi menunggui warungnya,” kata Syaiful.
Memang biasanya, Mbok Yem akan kembali naik ke warungnya setelah Lebaran usai untuk kembali melayani para pendaki.
Mbok Yem sendiri hanya beberapa kali turun gunung dalam setahun, seperti saat Lebaran atau saat ada acara keluarga.
Terakhir kali, turun dari warungnya pada Selasa (4/3/2025) dengan ditandu. Hari itu menjadi perjalanan terakhir Mbok Yem di Gunung Lawu.
Sumber:
jateng.tribunnews.com
jakarta.tribunnews.com
jogja.tribunnews.com
wartakota.tribunnews.com
/jawa-tengah/read/2025/04/25/050000188/kisah-yang-ditinggalkan-mbok-yem-di-puncak-lawu-ada-temon-yang