"Sudah saatnya negara mengambil kembali propertinya," kata Germano Santa Brites Dias, Sekretaris Negara untuk Toponimi dan Organisasi Perkotaan.
"Tahun lalu, kami berbicara dari hati ke hati dengan masyarakat dan sekarang mereka harus pergi dan kembali ke desa mereka," tambahnya.
Diperkirakan 700.000 orang akan menghadiri misa yang dipimpin Paus Fransiskus di Tasitolu. Di sana, area seluas 23 hektare—setara dengan sekitar 40 lapangan sepak bola—sedang dipersiapkan.
Selain rencana kontroversial pemerintah untuk menggusur rumah warga, para kritikus juga mempertanyakan keputusan pemerintah dalam menghabiskan sejumlah besar uang untuk kunjungan Paus Fransiskus—termasuk 1 juta dollar AS (sekitar Rp 15,3 miliar) untuk pembuatan altar baru bagi Paus.
Baca juga: Giliran Papua Nugini Siap Sambut Antusias Kehadiran Paus Fransiskus...
Menurut PBB, hampir setengah dari penduduk Timor Leste saat ini hidup di bawah garis kemiskinan nasional.
"Anggaran tahunan untuk meningkatkan produksi pangan di negara ini hanya sekitar 4,7 juta dollar AS (Rp72.1 miliar)," kata Mariano Fereira, seorang peneliti dari Institut Pemantauan dan Analisis Pembangunan Timor-Leste, kepada UCA News.
"Semua pengeluaran ini hampir tidak ada gunanya bagi ketersediaan pangan," tambahnya.
Kunjungan Paus Fransiskus menandai perjalanan pertama kepausan ke Timor Leste sejak Paus Yohanes Paulus II berkunjung pada 1989, ketika negara itu masih di bawah kekuasaan Indonesia.
Timor Leste, yang sebelumnya dikenal sebagai Timor Timur, memiliki populasi 1,3 juta jiwa. Sebagian besar penduduk mengidentifikasi diri sebagai penganut Katolik.
Ketika Indonesia menginvasi bekas jajahan Portugis tersebut pada 1975, hanya sekitar 20 persen penduduk Timor Timur yang beragama Katolik. Angka tersebut kini mencapai 97 persen.
Antusiasme terhadap kunjungan Paus mendatang sangat besar, tetapi Paus didesak oleh para pegiat untuk menangani skandal pelecehan baru-baru ini yang mencoreng Gereja di negara tersebut.
Pada 2022, Vatikan mengakui bahwa pahlawan kemerdekaan Timor pemenang Hadiah Nobel Perdamaian, Uskup Carlos Ximenes Belo, telah melakukan pelecehan seksual terhadap sejumlah anak laki-laki.
Seorang juru bicara Vatikan mengatakan gereja telah mengetahui kasus tersebut pada tahun 2019 dan telah memberlakukan tindakan disipliner pada tahun 2020, termasuk pembatasan pergerakan Belo dan larangan kontak sukarela dengan anak di bawah umur.
Baca juga: Kelompok Pembela Hak Hewan Kecam Penembakan Paus Hvaldimir, Ini Alasannya
Belum jelas apakah Paus Fransiskus akan meminta maaf atas skandal tersebut, bertemu dengan para korban, atau bahkan apakah Uskup Belo akan hadir bersamanya di Dili.
Reportase tambahan oleh Amito Araújo di Dili
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita 优游国际.com WhatsApp Channel : . Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.