DRDO telah menghabiskan sekitar 4,5 juta dollar AS (Rp 64,6 miliar) untuk biaya pengembangan prototipe HTDV, dan 3 tes lagi akan dilakukan dalam 5 tahun ke depan untuk membuat platform ini menjadi senjata hipersonik lengkap yang mampu membawa hulu ledak konvensional dan nuklir.
DRDO India bersama NPO Mashinostroyenia Rusia juga sedang mengembangkan senjata hipersonik berupa rudal jelajah, BrahMos II.
Baca juga: Apa Pentingnya Senjata Hipersonik?
Jepang memulai pengejaran senjata hipersonik pada akhir 2010-an.
Negara Asia-Pasifik ini telah mengarahkan pada pengembangan dua kelas sistem senjata hipersonik, yaitu rudal jelajah hipersonik (hypersonic cruise missiles/HCM), dan proyektil peluncur dengan kekuatan hipersonik (Hyper Velocity Gliding Projectile/HVGP).
Pemerintah Jepang melanjutkan penelitian dan pengembangan teknologi hipersonik, dengan 2 miliar dollar AS (Rp 28,8 triliun) anggaran pertahanan terbarunya dialokasikan untuk program tersebut.
ALTA telah mengontrak Mitsubishi Heavy Industries untuk berkolaborasi dalam penelitian di HCM dan HVGP, yang diproyeksikan mulai beroperasi sekitar 2026.
Korea Selatan dan Korea Utara adalah dua negara bertetangga dekat di Asia-Pasifik yang saling berlomba mengembang senjata hipersonik.
Sekutu AS, Korea Selatan, mendorong maju dengan rencana untuk mengembangkan rudal hipersonik yang layak sebagai tanggapan terhadap persenjataan rudal balistik Korea Utara.
Pada Agustus 2020, Menteri Pertahanan Korea Selatan Jeong Kyeong-doo mengatakan negaranya akan mempercepat pengembangan rudal jarak jauh dan hipersonik, serta hulu ledak yang lebih kuat.
Sementara pemerintah Korea Utara selama Kongres ke-8 Partai Buruh Korea pada Januari 2021, mengklaim negaranya telah menciptakan pusat penelitian baru untuk rudal hipersonik di bawah Akademi Ilmu Pertahanan Nasional.
Baca juga: China dan AS Bersaing dalam Perlombaan Senjata Hipersonik Paling Mematikan
Pada Juli 2020, pemerintah Australia merilis dua dokumen pertahanan yang isinya menyebut 9,3 miliar dollar Australia (Rp 133,7 triliun) untuk investasi senjata hipersonik dan pengembangan kemampuan lebih lanjut, seperti sistem energi terarah.
Upaya tersebut mengikuti janji 730 juta dollar Australia (Rp 10,5 triliun) dalam whitepaper sebelumnya untuk penelitian ilmu pengetahuan dan teknologi yang ditargetkan, termasuk senjata hipersonik, sensor canggih dan kemampuan energi terarah.
Sementara, Australia telah melakukan penelitian penerbangan hipersonik selama beberapa tahun, terutama melalui program Eksperimen Penelitian Penerbangan Internasional Hipersonik atau HIFiRE, yang dimulai pada 2007.
Dalam hal pertahanan, HIFiRE telah digantikan oleh program Eksperimen Penelitian Penerbangan Terpadu Lintas Selatan Australia-AS atau SCIFiRE, yang diumumkan pada Desember 2020.
Program ini bertujuan untuk mengembangkan dan menguji prototipe rudal jelajah hipersonik, memanfaatkan pekerjaan yang dilakukan dengan AS selama 15 tahun terakhir pada scramjet, motor roket, sensor dan bahan manufaktur canggih.
Sementara itu, Angkatan Pertahanan Australia telah mengakuisisi senjata hipersonik resmi, meksi belum diumumkan secara terbuka.
Pada Oktober 2021, Kepala Angkatan Laut Pakistan Laksamana Zafar Mahmood Abbasi mengungkapkan negaranya berencana untuk melengkapi kapal perang masa depan dengan sistem senjata berenergi terarah dan rudal hipersonik P282.
Mansoor Ahmed, seorang peneliti senior di Pusat Studi Strategis Internasional Islamabad mengatakan senjata hipersonik P282 akan memungkinkan Pakistan untuk melompat ke tingkat kemampuan yang sama dengan India, yang sudah memiliki BrahMos II.
James Acton, co-director Program Kebijakan Nuklir di Carnegie Endowment for International Peace, memperkirakan P282 akan mirip dengan rudal balistik anti-kapal DF-21D dan DF-26B milik China.
Baca juga: Tangkal Senjata Hipersonik, Pentagon Tujuk 3 Perusahaan Kembangkan Sistem Pertahanan Baru
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita 优游国际.com WhatsApp Channel : . Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.