KOMPAS.com - Sorot mata Herman Rante tampak tak tenang. Hari itu, Sabtu 28 Maret 1981, pesawat Garuda DC-9 Woyla yang sedang dikemudikannya tiba-tiba terasa aneh
Pesawat berpenumpang ini baru saja transit di Palembang, lantas meneruskan perjalanan.
Herman, yang berusaha menahan laju armadanya di angkasa, mendengar suara-suara itu. Ada yang tidak beres.
Kabin ramai oleh teriakan. "Semua tiarap!" berulang kali.
Baca juga:
Lalu seorang pria, dengan pistol di tangannya, dengan entengnya mengajak ngobrol Herman--yang masih berada pada perasaan sureal.
Obrolannya langsung straight to the point: Menyuruh Herman mengemudikan pesawat itu ke Colombo, Sri Lanka.
Senjata di tangan pria itu membuat Herman tak punya pilihan. Tapi, bahan bakar yang tak memadai, membuatnya mendaratkan pesawat di Penang, lantas menuju Bandara Don Muang, Bangkok.
Saat itu, dini hari pukul 02.45 waktu Bangkok. Pria bersenjata itu tak sendiri, melainkan didampingi empat orang kawannya.
Baca juga:
Pesawat yang dikemudikan Herman, resmi dibajak. Tuntutannya: Pemerintah Indonesia harus membebaskan 80 anggota laskar jihad yang dipenjara.
Tapi semua tak berlangsung lama dan bertele-tele. Presiden Indonesia saat itu, Soeharto, langsung memerintahkan Kopassus meluncur ke Bandara Don Muang.
Tak butuh waktu lama--semua orang tahu betapa briliannya pasukan elite ini--pembajakan pun berhasil digagalkan.
Baca juga: Drama Pembajakan Pesawat DC 9 Woyla Garuda Indonesia...
Ada banyak operasi militer yang sudah ditangani Komando Pasukan Khusus atau Kopassus, unit pasukan khusus Indonesia yang masuk jajaran "special force" terbaik dunia.
Penyelamatan pesawat Garuda Woyla--yang membuat pasukan ini menerima Bintang Sakti, penghargaan tertingg militer Indonesia--jadi salah satunya.
Pasukan yang didirikan Alex Kawilarang ini juga sempat menangani operasi yang tak bisa dianggap remeh.
Mulai dari Operasi Seroja, Operasi Pencarian Korban Longsor Banjarnegara, Penyelamatan Sandera KKB di Papua, dan yang lainnya.
Baca juga: