WASHINGTON DC, KOMPAS.com - Mantan Presiden Amerika Serikat Barack Obama, menyatakan "terkejut dengan kekerasan yang memilukan," yang telah dilakukan terhadap warga sipil Myanmar setelah perebutan kembali kekuasaan dalam kudeta militer.
Obama yang tutut mempromosikan perubahan demokrasi Myanmar saat menjabat, menyampaikan hal itu pada Senin (26/4/2021) melansir Reuters.
Baca juga: Lagi, Junta Militer Myanmar Tunda Jadwal Sidang Aung San Suu Kyi
Dalam pernyataan yang tidak biasa diberikan setelah melepas kekuasaannya, Obama mengatakan mendukung upaya pemerintahan Biden, dan negara-negara yang berpikiran sama untuk membebankan “biaya” kerusakan demokrasi Myanmar pada para jenderal.
"Upaya militer yang tidak sah dan brutal untuk memaksakan kehendaknya setelah satu dekade kebebasan, jelas tidak akan pernah diterima oleh rakyat dan tidak boleh diterima oleh dunia secara luas," kata Obama dalam pernyataan yang diunggahan di Twitter.
"Tetangga Myanmar harus mengakui bahwa rezim pembunuh yang ditolak oleh rakyat hanya akan membawa ketidakstabilan yang lebih besar, krisis kemanusiaan, dan risiko negara gagal," tambahnya.
Obama mendesak mereka yang berada di Myanmar mencari masa depan demokratis untuk "terus menjalin solidaritas antar kelompok etnis dan agama."
"Ini adalah masa-masa kelam, tetapi saya tersentuh oleh persatuan, ketangguhan, dan komitmen terhadap nilai-nilai demokrasi yang ditunjukkan oleh begitu banyak orang Burma. Itu menawarkan harapan untuk masa depan yang bisa dimiliki Myanmar melalui para pemimpin yang menghormati keinginan rakyat," kata mantan presiden itu.
Baca juga: Warga Myanmar Kritik Kesepakatan ASEAN dengan Pemimpin Kudeta Militer
Sebuah kelompok pemantau aktivis mengatakan lebih dari 750 orang telah tewas sejak para jenderal menanggapi mereka yang memprotes kudeta 1 Februari, dengan kekuatan mematikan.
Ini merupakan perubahan besar dari harapan yang tinggi satu dekade lalu, ketika militer memulai transisi menuju demokrasi.
Kemudian, para jenderal membebaskan pemimpin demokrasi Aung San Suu Kyi dan mengizinkannya mencalonkan diri serta membuka tender energi dan telekomunikasi kepada perusahaan asing.
Obama menanggapi perkembangan tersebut dengan mencabut embargo perdagangan dan sebagian besar sanksi. Tindakan yang menurut beberapa pejabat AS saat itu, terlalu dini. Banyak sanksi telah diberlakukan kembali sejak kudeta.
Kelompok advokasi Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik mengatakan 3.431 orang telah ditahan karena menentang kudeta, termasuk Suu Kyi, yang menghadapi dakwaan yang dapat membuatnya dipenjara selama 14 tahun.
"Perhatian dunia harus tetap tertuju pada Myanmar, di mana saya dikejutkan oleh kekerasan yang menghancurkan hati terhadap warga sipil dan terinspirasi oleh gerakan nasional yang mewakili suara rakyat," desak Obama.
Baca juga: Komandan Militer Tertinggi Myanmar Keluarkan Memo Internal Bunuh Pengunjuk Rasa
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita 优游国际.com WhatsApp Channel : . Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.