NAYPYITAW, KOMPAS.com - Pemimpin Myanmar, Aung San Suu Kyi memberikan suara lebih awal pada Kamis (29/10/2020) jelang pemilihan umum yang berlangsung di tengah lonjakan kasus infeksi virus corona di negara itu.
Melansir Associated Press (AP), Myanmar mengonfirmasi hampir 1.500 kasus infeksi baru hanya pada hari Rabu kemarin saja. Angka yang begitu tinggi dalam satu hari.
Suu Kyi sebagai penasihat negara dan Win Myint sebagai presiden, keduanya tampak memakai masker dan sarung tangan saat memilih di ibu kota Naypyitaw.
Beberapa aturan sedang diterapkan untuk memastikan adanya jaga jarak sosial selama pemungutan suara pada hari pemilu 8 November mendatang.
Baca juga: Aplikasi Astrologi Myanmar Laris Selama Lockdown
Pemungutan suara lebih dulu atau di muka diizinkan dan diimbau untuk warga negara yang berusia 60 tahun ke atas karena aturan batasan selama wabah virus corona.
Itulah mengapa Suu Kyi yang berusia 75 tahun dan Presiden Myanmar Win Myint yang berusia 68 tahun lebih dulu memberikan hak suara mereka.
Selain lansia, puluhan ribu warga Myanmar di luar negeri juga sudah memberikan suara mereka.
Baca juga: Dihantam Pandemi dan Krisis Parah, Warga Miskin Myanmar Makan Tikus
Komisi pemilu telah memutuskan bahwa pemungutan suara akan diadakan pada tanggal yang direncanakan meskipun ada krisis virus corona di beberapa daerah. Itu merupakan keputusan yang didukung oleh Suu Kyi dan partai Liga Nasional untuk Demokrasi yang berkuasa.
Setidaknya ada lebih dari 20 partai lain mendesak penundaan.
Komisi tersebut juga telah membatalkan pemungutan suara di beberapa bagian negara bagian Kachin, negara bagian Kayin, wilayah Bago, negara bagian Mon, negara bagian Rakhine, dan negara bagian Shan, yang semuanya terganggu oleh berbagai tingkat kerusuhan.
Komisi tersebut mengatakan pemungutan suara yang bebas dan adil tidak dapat dijamin di daerah-daerah itu, tetapi pembatalan selektif telah menuai kritik.
Baca juga: Warga Muslim dan Hindu Myanmar Tidak Punya Hak Pilih
Kantor Komisioner Tinggi Hak Asasi Manusia PBB mengatakan pihaknya memiliki keprihatinan serius tentang situasi hak asasi manusia di Myanmar jelang pemilu, termasuk pelanggaran hak atas partisipasi politik, terutama untuk kelompok minoritas.
“Meskipun pemilu merupakan tonggak penting dalam transisi demokrasi Myanmar, ruang sipil masih dirusak dengan terus membatasi kebebasan berpendapat, berekspresi dan mengakses informasi, dan penggunaan bahasa yang dapat memicu diskriminasi, permusuhan, dan kekerasan," ungkap pernyataan tersebut.
Baca juga: Tentara Myanmar Buka-bukaan soal Genosida Rohingya: Tembak Semua dan Perkosa
Myanmar memiliki 37 juta pemilih yang memenuhi syarat, termasuk 5 juta pemilih pemula.
Pemilihan umum terakhir pada 2015 membawa Aung San Suu Kyi ke tampuk kekuasaan Liga Nasional untuk Demokrasi setelah lebih dari lima dekade dipimpin oleh pemerintahan militer.
Suu Kyi, mantan tahanan politik yang memenangkan Hadiah Nobel Perdamaian karena memimpin gerakan pro-demokrasi tanpa kekerasan, sejauh ini tetap menjadi politisi paling populer di negara itu.
Kecaman internasional terhadap pemerintahnya adalah karena mengizinkan pasukan keamanan melakukan pelanggaran luas terhadap minoritas Muslim Rohingya sehingga mendorong lebih dari 700.000 orang untuk mencari keselamatan di negara tetangga Bangladesh yang tampaknya tidak memainkan peran penting dalam kampanye tersebut.
Meskipun Myanmar sekarang mengadakan pemilihan umum, sebuah konstitusi yang diberlakukan pada tahun 2008 ketika militer masih memegang kekuasaan dengan memberi angkatan bersenjata seperempat kursi di majelis rendah dan atas parlemen nasional.
Juga termausk memberi mereka hak veto atas setiap perubahan pada anggaran dasar pemerintahan Myanmar.
Baca juga: 2 Tentara Myanmar Mengaku menjadi Pelaku Pembantaian Rohingya 2017
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita 优游国际.com WhatsApp Channel : . Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.