KOMPAS.com - Beberapa guru berharap rencana pengembalian jurusan IPA, IPS, dan Bahasa di SMA segera dibatalkan oleh pemerintah.
Hal itu dikarenakan saat ini di SMA sudah memiliki beberapa hal yang hampir mirip dengan sistem penjurusan.
Keinginan pembatalan itu disampaikan guru BK dan wakil Kepala Seksi (Wakasek) Kesiswaan SMA Santa Maria 1 Kota Bandung, Cicilia dan guru BK dan Wakasek kurikulum SMA Ignatius Slamet Riyadi Residen, Karawang, Hastari.
Mereka berada di bawah naungan Yayasan Salib Suci (YSS) menilai sistem tanpa jurusan sangat menyiapkan murid untuk lanjut ke perguruan tinggi dan dunia profesional kelak.
Baca juga: Rencana Jurusan IPA, IPS dan Bahasa di SMA Kembali, Berujung Akan Dikaji Ulang
“Anak-anak yang masuk ke kelas yang mereka minati, mereka memilih karena kesadaran sesuai rencana studi mereka. Meskipun tidak semua anak cemerlang di mapel tersebut tapi punya kemauan untuk belajar,” ujar Hastari.
Menurut Hastari, ada banyak hal yang bisa dilakukan untuk menyiapkan murid agar dapat memilih mata pelajaran yang tepat. Salah satunya mengajak murid memahami regulasi yang ada.
Hastari menjelaskan, setiap murid di sekolahnya pasti paham soal Peraturan Menteri Nomor 345/M/2022 mengenai Mata Pelajaran Pendukung Program Studi dalam Seleksi Nasional Berdasarkan Prestasi.
Dalam peraturan tersebut, tercantum lengkap mata pelajaran pendukung yang perlu diambil murid sesuai dengan program studi yang ingin diambil di tingkat perguruan tinggi.
"Ketentuan itu hanya untuk yang daftar PTN non-tes. Tapi saya mengajak murid, baik yang mau masuk PTN jalur tes, swasta, atau luar negeri, semua harus paham. Dari situ murid jadi paham kompetensi dasar apa yang perlu mereka miliki. Jadi kami menjamin, nggak ada anak kami yang nggak belajar biologi dan atau kimia lalu mendaftar Fakultas Kedokteran,” beber dia.
Baca juga: 13 Jurusan IPS yang Menjamin Masa Depan, Ada Pilihanmu?
Meski demikian, Hastari mengaku sebenarnya cukup kewalahan mengatur jadwal kelas dengan sistem ini. Namun, semua terbayarkan karena murid lebih menikmati proses belajarnya.
Sama dengan Hastari, Cicilia mengatakan, banyak kegiatan pembelajaran yang dikaitkan dengan persiapan anak mengenal minat dan bakatnya.
Menurut Cicilia, proses untuk sampai murid mengenal minat dan bakatnya tidak bisa dilakukan dalam satu atau dua kali kegiatan melainkan berkelanjutan.
Cicilia mengatakan, butuh komitmen yang kuat dari guru untuk mendampingi murid.
"Memakan waktu, tenaga dan pikiran tapi itu resiko kami. Pendampingan enggak berhenti ketika mereka sudah memilih mata pelajaran tertentu tapi berkelanjutan sampai murid lulus dan kuliah," jelas Cicilia.
Sementara itu, Perhimpunan Guru dan Pendidikan (P2G) mereka menilai penjurusan IPA, IPS, dan Bahasa tidak relevan diadakan jika hanya didasarkan dengan pelaksanaan Tes Kemampuan Akademik (TKA).