SETIAP tahun di Januari, ribuan orang berbondong-bondong datang ke Davos Kloster, resort ski mewah di kaki pegunungan Alpen, Swiss.
Mereka yang datang adalah orang-orang berpengaruh, mulai dari pemimpin pemerintahan, eksekutif korporasi global, akademisi, aktivis, hingga selebriti. Mereka datang untuk acara World Economic Forum (WEF).
Di level dunia, para pemimpin memang menyiapkan agenda khusus untuk membahas hal-hal yang dipandang berpengaruh besar pada kehidupan manusia.
Di bidang penyediaan air, World Water Forum diselenggarakan tiap tiga tahun sekali. Di bidang perubahan iklim, ada Conference of the Parties (COP) yang digelar setiap satu tahun sekali.
Bagaimana dengan Pendidikan? Tentu juga ada. Pada 2000, UNESCO menyelenggarakan World Education Forum di Dakar (Senegal), yang menghasilkan Framework for Action 2015.
Berikutnya, di tahun 2015, World Education Forum diselenggarakan di Incheon (Korea Selatan) yang menghasilkan Education 2030 Framework. Artinya, World Education Forum berikutnya baru akan diadakan tahun 2030.
Mengapa forum internasional untuk membahas Pendidikan hanya diselenggarakan 15 tahun sekali, sedangkan untuk isu lain diselenggarakan setahun sekali?
Apakah para pemimpin dunia menganggap Pendidikan bukan isu penting? Tentu saja tidak.
Alasannya adalah, karena Pendidikan adalah perjalanan panjang yang hasilnya tidak bisa instan.
Inilah mengapa, ketika kita bicara kualitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia yang masih kalah dibanding banyak negara lain, atau ketika bicara kualitas lulusan yang belum memenuhi ekspektasi dunia kerja, solusinya tidak bisa hanya melalui perbaikan kualitas pendidikan tinggi atau sekolah kejuruan.
Tidak bisa juga hanya dengan memperbaiki pendidikan dasar (SD) atau pendidikan menengah (SMP – SMA). Harus dirunut jauh lagi hingga ke usia dini.
Maka, jika kita ingin mengejar mimpi Indonesia Emas 2045, sekaranglah saatnya bagi Indonesia untuk serius memperbaiki kualitas pendidikan anak usia dini.
Hanya dengan langkah inilah, anak-anak yang saat ini ada di usia dini akan tumbuh menjadi generasi berkualitas yang bisa menjadi generasi emas Indonesia di tahun 2045.
Kerangka pikir negara untuk pembangunan manusia Indonesia seutuhnya yang sejahtera, adaptif, berakhlak mulia, berbudaya maju, unggul, dan berdaya saing dilaksanakan dengan pendekatan siklus hidup, mulai dari sejak dalam kandungan sampai lanjut usia.
Mengacu pada pendekatan siklus hidup, Pengembangan Anak Usia Dini Holistik-Integratif (PAUD HI) menyasar pada periode prenatal, bayi, balita, dan usia prasekolah.