KOMPAS.com - Masih banyak masyarakat Indonesia yang terjebak hoaks atau berita palsu maupun phising atau kejahatan digital selama menggunakan internet.
Padahal, masyarakat Indonesia memiliki durasi penggunaan internet lebih panjang atau sekitar tujuh jam sehari.
Menurut informasi yang dilansir melalui laman wearesocial.com (2022) diketahui bahwa 66,5 persen masyarakat Indonesia telah menggunakan internet dengan waktu harian yang dihabiskan untuk berinternet oleh masyarakat Indonesia adalah 7 jam 28 menit.
Adapun rata-rata waktu yang dihabiskan oleh masyarakat dunia untuk berinternet adalah 06 jam 35 menit.
Hal ini membuat Indonesia menjadi negara peringkat ke-14 sebagai pengguna internet yang lama menghabiskan waktunya untuk berinternet.
Hanya saja, durasi yang panjang itu dinilai dapat menimbulkan masalah bagi sebagian masyarakat Indonesia karena kurangnya literasi digital dan keamanan siber.
Pasalnya, dirlis dari Kominfo, UNESCO menyebutkan Indonesia urutan kedua dari bawah soal literasi dunia, artinya minat baca sangat rendah. Menurut data UNESCO, minat baca masyarakat Indonesia sangat memprihatinkan, hanya 0,001 perseb. Artinya, dari 1,000 orang Indonesia, hanya 1 orang yang rajin membaca.
Riset berbeda bertajuk World’s Most Literate Nations Ranked yang dilakukan oleh Central Connecticut State University pada Maret 2016 lalu, Indonesia dinyatakan menduduki peringkat ke-60 dari 61 negara soal minat membaca, persis berada di bawah Thailand (59) dan di atas Botswana (61).
Untuk meningkatkan literasi digital, awardee atau penerima beasiswa Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) 2024 Angkatan PK 229 yang tergabung dalam Sang Kesatria Cendekia (Sangsaka) menggelar cara mengetahui literasi digital bagi masyarakat.
Melalui webinar Navigasi Cerdas Keterampilan Literasi Digital dalam Era Informasi, acara ini merupakan project social penerima beasiswa LPDP Angkatan 229 untuk memperluas pengetahuan dan kesadaran akan tata cara yang tepat dalam menggunakan teknologi digital, cyber security, dan efektivitas dalam berbagi informasi di era informasi yang terus berkembang.
Program ini menghadirkan banyak pakar yang menangani masalah sosial di dunia digital seperti pishing, scam, hoaks dan tersebarnya keamanan data pribadi.
Koordinator kegiatan oleh awardee LPDP Sangsaka 229, Rahmawati memaparkan tentang tujuan diadakannya acara webinar literasi digital. "Tentu acara ini untuk membantu masyarakat untuk mengetahui dampak dan cara mengatasi masalah di dunia digital," katanya.
Ia mengatakan, kehadiran empat pakar ini untuk menjabarkan bagaimana branding di dunia medsos dan memahami efek psikologis yang ada. Serta mengajak masyarakat memahami literasi digital dengan utuh.
Ada empat pembicara yang hadir dalam acara ini. Pertama, Randy R, CEO dari PT.Digiclub Nakama Indonesia, yang kedua Zulkarnaim Masyur, S.Kom., M.T. dari pegiat cyber security, lalu Prof. Dr. dr. Elmeida Effendy, yang merupakan Guru Besar Ilmu Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (USU), dan Kamran Dikrama, Jurnalis media Republika.
Untuk sesi pertama, dari CEO Digiclub, Randy yang memaparkan bagaimana mendesain media sosial yang menarik.
Randy mengatakan, baik individu maupun perusahaan perlu membranding diri dengan menarik. "Salah satu caranya adalah membuat visual ataupun konten yang sesuai dengan pakem grafis," katanya, saat memulai pemaparan melalui zoom pada Sabtu, (11/5/2024).
Ia mengatakan desain bagi media sosial itu bisa dipelajari siapapun. Karena saat ini sudah banyak ilmu gratis yang membantu masyarakat untuk bisa mengelola konten.
Keuntungan memahami desain bagi sosial media atau dunia digital, bisa membantu mahasiswa untuk membranding dirinya terutama bagi perusahaan untuk menaikkan profit dan jangkauan konsumen.
Tak cuma memahami desain, Kamran Dikrama,S.I.Kom, membawakan tentang navigasi cerdas penelusuran informasi di era digital.
Saat ini dunia sudah akrab dengan artificial Intelligence atau AI. Namun, kehadiran AI ini juga ancaman bagi masyarakat. Selain mudahnya terpapar hoaks, AI bisa mempermudah plagiasi sampai pelanggaran hak cipta.
"Menelusuri dunia digital itu perlu crosscheck atau mengkonfirmasi suatu berita agar tidak mudah berspekulasi yang akhirnya memudahkan seseorang menghakimi tanpa tahu apa yang terjadi" jelasnya.
Untuk itu ia mengajak masyarakat menyaring informasi seketat mungkin dan mengetahui instrumen untuk menyaring mana saja informasi yang akurat.
"Carilah sumber-sumber ke media yang kredibel untuk investigasi lalu lakukan komparasi dan mengkonfirmasi berita," tambahnya.
Meski di satu sisi ia tidak memungkiri kadang media kredibel juga membuat disinformasi berita dengan membuat judul yang heboh. "Namun, tetap upayakan cari sumber sebanyak-banyaknya agar mudah memahami arus informasi yang ada," kata dia.
Gangguan mental akibat dunia digital
Kemudian, masalah dari penggunaan medsos ini salah satunya berdampak pada kesehatan mental. Terkait ini, Prof. Dr. dr. Elmeida Effendy, yang merupakan Guru Besar Ilmu Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (USU) membagikan tips agar tetap sehat secara mental.
Sebab, menurutnya, di era digital saat lebih rentan terkena gangguan mental, seperti depresi, kecemasan, dan kecanduan, bahkan meningkatnya keinginan untuk bunuh diri.
"Penggunaan medsos itu bisa memicu fenomena cyber bullying, narcissisme, FOMO (Fear of Missing Out) dan self-esteem yang akhirnya membuat orang rendah diri, takut, mudah merasa tinggi, karena itu harus ada upaya untuk mencegahnya," ujarnya saat menjadi pembicara ketiga dalam webinar.
Tipsnya, kata dia, mengatur batas waktu penggunaan medsos dan mencari kegiatan aktif di luar kegiatan online.
"Hidup bukan 100 persen untuk media sosial. Jadi luangkan waktu bersama keluarga, teman, atau me time dengan bepergian, hobi, itu penting. Intinya menyeimbangkan keduanya," katanya.
Ia juga menyarankan masyarakat harus memahami bahwa ada psikolog yang membantu mengatasi masalah mental. "Jadi juga harus paham apa saja tanda kecemasan yang muncul, sehingga bisa segera diatasi," Katanya lagi.
Bahaya sebar data pribadi dan kode OTP
Sementara itu, dampak lain dari dunia digital juga dipaparkan pegiat cyber security, Zulkarnaim Masyur, yang menyoroti kebocoran data pribadi dan kriminalitas terkait transaksi palsu.
Ia mengatakan, masyarakat harus membedakan apa itu phising, scam, pencurian data, memalsukan identitas, dan penyadapan data untuk mencuri informasi data pribadi.
"Kurangnya kesadaran terkait pentingnya praktik keamanan data cyber yang baik, menjadi pemicu kejahatan dunia digital masih tinggi," kata dia.
Ia mendukung adanya regulasi tentang keamanan data. Apalagi, jumlah masyarakat di Indonesia sendiri juga sangat tinggi dibandingkan negara lain.
Zulkarnain mengatakan, tidak apa-apa posting diri sendiri di medsos, tetapi jangan sampai menyebarkan informasi pribadi seperti tanggal lahir, detail keluarga, geolokasi terkini, informasi medis, dan percakapan pribadi.
Termasuk melindungi akun dengan kata sandi yang unik dan kuat, merahasiakan kode OTP ataupun informasi pribadi kepada siapa pun.
"Termasuk melakukan jual beli dengan situs resmi, jangan mengeklik tautan yang dikirimkan siapa pun di luar platform resmi," tutupnya.
/edu/read/2024/05/13/161656871/indonesia-urutan-14-negara-pengguna-internet-terlama-tetapi-literasi-digital