KOMPAS.com - Para ilmuwan telah menemukan lautan raksasa yang sangat luas yang berada sekitar 700 kilometer di bawah permukaan Bumi.
Temuan yang dibuat pada 2014 oleh para peneliti di Universitas Northwestern di Illinois itu telah memberi wawasan baru tentang asal-usul air Bumi.
Selain itu, penemuan ini juga mengungkapkan adanya samudra yang tiga kali lebih besar dari semua samudra di permukaan Bumi jika digabungkan.
Kendati demikian, samudra yang tersembunyi ini berbeda dengan samudra biasanya.
Baca juga: Ramai soal Lautan Pasir Bromo Disebut Banjir Usai Hujan Deras, TNBTS: Surut dalam Sejam
Bukan dalam bentuk cair, samudra bawah tanah ini terdiri dari air yang terperangkap dalam struktur kristal mineral biru yang disebut ringwoodite, yang terletak di mantel Bumi.
Pakar geofisika Steve Jacobsen sekaligus anggota tim peneliti menggambarkan struktur unik ringwoodite yang mampu menyerap hidrogen dan memerangkap air di bawah tekanan yang panas.
“Ringwoodite seperti spons, menyerap air, ada sesuatu yang sangat istimewa tentang struktur kristal ringwoodite yang memungkinkannya untuk menarik hidrogen dan memerangkap air,” kata Jacobsen, dikutip dari UNILAD, Minggu (23/3/2025).
"Mineral ini bisa mengandung banyak air di bawah kondisi mantel yang dalam," tambahnya.
Dikutip dari Economic Times (1/10/2024), tim peneliti yang dipimpin oleh Steven Jacobsen, menggunakan data seismik dari ribuan gempa Bumi untuk menemukan reservoir tersembunyi ini.
Ciri khas lautan bawah tanah ini adalah bentuk airnya yang mengkristal, yang terkunci di dalam struktur molekul ringwoodite.
Penemuan ini menantang teori lama tentang asal-usul air Bumi dan menunjukkan bahwa air mungkin tidak datang dari dampak komet seperti yang diusulkan oleh beberapa teori.
Sebaliknya, air bisa saja merembes dari dalam inti Bumi.
Baca juga: Kisah Penerbangan Air France 447, Terjun Bebas ke Samudra Atlantik Tewaskan 228 Orang
Penemuan ini dapat mengubah pemahaman kita tentang siklus air Bumi.
Tim Jacobsen melakukan analisis dengan menggunakan sekitar 2.000 seismograf di seluruh Amerika Serikat (AS) untuk memantau gelombang seismik yang dihasilkan oleh sekitar 500 gempa Bumi.
Mereka mempelajari bagaimana gelombang-gelombang ini menjalar di Bumi dan mendeteksi batuan kaya air yang berada jauh di bawah permukaan.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan.