KOMPAS.com - PT Sri Rejeki Isman Tbk atau Sritex resmi ditutup pada Sabtu (1/3/2025).
Sritex berhenti beroperasi setelah dinyatakan pailit berdasarkan putusan Pengadilan Negeri (PN) Niaga Semarang pada 21 Oktober 2024.
Sritex tercatat sudah mengalami kerugian selama empat tahun berturut-turut sejak 2021.
Baca juga: Jokowi Lapor ke Polda Metro soal Polemik Ijazah Palsu, Mahfud MD: Itu Hak tapi...
Perusahaan tekstil terbesar di Asia Tenggara ini juga dibebani utang sebesar 1,597 miliar dollar AS atau sekitar Rp 26,4 triliun (kurs Rp 16.570).
Adapun, tutupnya Sritex berimbas pada ribuan karyawan yang kini terkena pemutusan hubungan kerja (PHK).
Dikutip dari 优游国际.com, Jumat (28/2/2025), total ada 10.669 karyawan dari Sritex Group yang terdampak kebijakan ini.
Lantas, siapa pendiri dan pemilik Sritex saat ini?
Baca juga: Profil Indo Bharat Rayon, Perusahaan yang Bikin Sritex Pailit
Berdirinya Sritex berawal dari usaha kios sederhana bernama UD Sri Rejeki yang berlokasi di Pasar Klewer, Kota Solo. Kios ini dikelola oleh Haji Muhammad Lukminto pada 1966.
Usaha Lukminto berkembang pesat, hingga dia dijuluki sebagai raja batik dan berhasil membeli dua kios di Pasar Klewer pada 1967.
Baca juga: Pengakuan Hasan Nasbi, Sempat Tak Percaya Ucapan Prabowo soal Perang
Setahun kemudian, Lukminto membuka pabrik cetak pertama yang menghasilkan kain putih dan berwarna di Surakarta.
Tak hanya itu, dia juga memiliki pabrik kain di Semanggi Surakarta pada 1972. Pabrik tekstil itu kemudian direlokasi ke Desa Jetis, Sukoharjo dengan nama PT Sri Rejeki Isman atau Sritex.
Pada 3 Maret 1992, pabrik Sritex diresmikan Presiden Soeharto bersama 275 pabrik aneka industri lainnya di Surakarta.
Baca juga: Mahfud MD Merasa Jokowi Berubah pada April 2022: Mulai Lihat Pembelokan...
Setelah sukses di dalam negeri, Sritex mencoba menembus pasar Eropa pada 1992.
Perusahaan yang kini menjadi raksaksa tekstil di Asia Tenggara itu berhasil membuat seragam bagi NATO dan tentara Jerman yang kualitasnya diakui.
Sejak saat itu, Sritex berkembang memproduksi rata-rata 24 juta potong kain per tahun untuk 40 negara.
Baca juga: Kisah Penerbangan Saudia 163: Saat Pintu Dibuka di Bandara, 301 Penumpang Ditemukan Sudah Tewas