PERSERIKATAN Bangsa-Bangsa mencatat sejarah baru di bidang Cyberlaw. Pada 24 Desember 2024, Majelis Umum PBB secara resmi mengadopsi UN Convention Against Cybercrime. Perjanjian internasional sebagai mailstones yang dijuluki "landmark global Treaty".
Hal luar biasa, Resolusi yang memuat Konvensi tersebut diadopsi tanpa pemungutan suara oleh Majelis Umum yang beranggotakan 193 orang. Hal ini menunjukan komitmen yang sama semua negara Anggota PBB.
Peristiwa ini semakin meneguhkan pentingnya Indonesia untuk meratifikasi konvensi ini. Sekaligus memprioritaskan pembahasan RUU Keamanan dan Ketahanan Siber yang telah menjadi Prolegnas Prioritas 2025.
Kanal resmi PBB UN News membuat rilis resmi berjudul “UN General Assembly Adopts Milestone Cybercrime Treaty” (24/12/2024).
PBB menyatakan, konvensi ini merupakan perjanjian global yang bertujuan memperkuat kerja sama internasional dalam memerangi kejahatan siber dan melindungi masyarakat dari ancaman digital.
Baca juga: Habisnya Hak Cipta Popeye dan Tintin: Inspirasi Revisi UU Hak Cipta
Kesepakatan lahirnya hukum internasional ini menandai puncak upaya lima tahun oleh Negara Anggota PBB. Konvensi juga mendengar masukan dari masyarakat sipil, pakar keamanan informasi, akademisi, dan sektor swasta termasuk pelaku usaha teknologi digital.
Adopsi bersejarah oleh MU PBB ini disambut gembira Sekretaris Jenderal PBB António Guterres. Ia menyebut Konvensi tersebut sebagai perjanjian internasional pertama di bidang Cybercrime, yang telah dinegosiasikan lebih dari 20 tahun.
Sekjen PBB menyebut, perjanjian ini sebagai bukti keberhasilan multilateralisme di masa-masa sulit. Hal ini mencerminkan keinginan kolektif negara-negara anggota dalam mendorong kerja sama internasional untuk mencegah dan memerangi kejahatan siber.
Sekjen PBB menyatakan, Konvensi ini menciptakan platform yang belum pernah ada sebelumnya untuk kolaborasi dalam pertukaran bukti, perlindungan korban, dan pencegahan, sekaligus menjaga hak asasi manusia secara daring.
Baca juga: Pelanggaran ChatGPT dan Denda Otoritas Privasi Italia
Konvensi ini, diyakini akan mendorong terciptanya ruang siber yang aman. PBB menyerukan semua negara untuk meratifikasi, atau bergabung dengan Konvensi ini dan menerapkannya dengan bekerja sama dengan para pemangku kepentingan terkait.
Presiden Majelis Umum PBB Philémon Yang menyatakan, pentingnya Konvensi baru ini. Ia menyebut bahwa kita hidup di dunia digital di mana teknologi informasi dan komunikasi memiliki potensi besar bagi pengembangan masyarakat.
Philèmon Yang juga mengingatkan bahwa TIK dapat meningkatkan potensi ancaman kejahatan siber. Dengan diadopsinya Konvensi ini, negara-negara anggota memiliki alat dan sarana untuk memperkuat kerja sama internasional.
Kerja sama mencakup upaya mencegah dan memerangi kejahatan siber, melindungi masyarakat dan hak-hak mereka secara daring.
Laporan UN News juga mengutip pernyataan Ghada Waly, Direktur Eksekutif UNODC, yang menyebut penerapan perjanjian tersebut sebagai kemenangan besar bagi multilateralisme.
Ghada menyatakan bahwa hal ini merupakan langkah maju, yang penting dalam upaya mengatasi kejahatan seperti pelecehan seksual anak secara daring, penipuan daring canggih, dan pencucian uang.