KOMPAS.com - Memasuki Juli 2023, sejumlah wilayah di Tanah Air masih sering diguyur hujan.
Padahal sebelumnya, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika () memprediksi bahwa Juli dan Agustus akan menjadi puncak musim kemarau di Indonesia.
Deputi Bidang Meteorologi BMKG Guswanto pun mengungkap bahwa sepekan ke depan masih terdapat potensi hujan di tengah musim kemarau.
Guswanto menuturkan, potensi hujan di musim kemarau terkonfirmasi berdasarkan data analisis cuaca dalam tiga hari terakhir.
"Termonitor terjadi hujan intesitas lebat hingga sangat lebat terjadi di beberapa wilayah," ujarnya dalam keterangan kepada 优游国际.com, Sabtu (8/7/2023).
Baca juga: Mengapa Masih Turun Hujan padahal Ada Fenomena El Nino?
Beberapa faktor dinamika atmosfer skala regional dan lokal diperkirakan masih berperan cukup signifikan dalam meningkatkan pertumbuhan awan hujan seminggu ke depan.
Sejumlah faktor tersebut, yakni:
Faktor pertama, aktifnya Madden Julian Oscillation (MJO) atau aktivitas musiman yang terjadi di wilayah tropis.
MJO biasanya berlangsung selama 30-40 hari, dan dapat dikenali dengan keberadaan pergerakan aktivitas konveksi ke arah timur, dari Samudra Hindia ke Samudra Pasifik.
Sebagai fenomena dinamika atmosfer, MJO dapat menimbulkan potensi pertumbuhan awan hujan dalam skala luas di sekitar wilayah yang dilewatinya.
Baca juga: BMKG Peringatkan Ancaman El Nino di Sejumlah Wilayah Indonesia, Kapan Puncaknya Terjadi?
Bersama MJO, gelombang ekuator seperti gelombang Kelvin dan Rossby Ekuatorial di sekitar wilayah Indonesia juga turut aktif.
Guswanto menjelaskan, fenomena MJO dan gelombang Kelvin bergerak dari arah barat ke timur, yaitu dari Samudra Hindia ke Samudra Pasifik.
"Dan melewati wilayah Indonesia dengan siklus pergerakan sekitar 30-40 hari pada MJO, sedangkan pada Kelvin dalam skala yang relatif lebih cepat, yaitu harian," terangnya.
Sebaliknya, fenomena gelombang Rossby bergerak dari arah timur ke barat, tepatnya dari Samudra Pasifik ke arah Samudra Hindia dengan melewati wilayah Indonesia.
Sama seperti MJO maupun Kelvin, gelombang Rossby yang aktif di wilayah Indonesia dapat berkontribusi pada peningkatan pertumbuhan awan hujan.