KOMPAS.com - Peneliti Pusat Riset Antariksa Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Andi Pangerang memberikan penjelasan perihal hoaks unggahan viral yang menyebut cuaca dingin yang terjadi akhir-akhir ini diklaim dari dampak fenomena aphelion.
Andi mengatakan, fenomena aphelion memang terjadi ketika Bumi berjarak paling jauh dari Matahari.
Fenomena aphelion selalu terjadi pada Juli selama 200 terakhir sejak 1800.
Baca juga: Penyebab Suhu Dingin dan Daerah dengan Suhu Terdingin di Indonesia
Berbanding terbalik dengan aphelion, fenomena perihelion terjadi ketika Bumi berjarak dekat dengan Matahari.
Untuk perhelion, selalu terjadi pada Januari dalam 200 terakhir.
Kendati demikian, pihaknya menegaskan aphelion dan perihelion tidak berdampak pada penurunan atau kenaikan suhu di permukaan Bumi.
Baca juga: Apa Dampak Fenomena Aphelion 6 Juli 2021? Ini Penjelasan Lapan
Faktor klimatologis atau iklim, imbuhnya berpengaruh besar dalam perubahan suhu di suatu wilayah.
Selain itu, Andi juga menambahkan, aphelion dan perihelion tidak terjadi dalam waktu yang cukup lama. Namun hanya pada tanggal-tanggal tertentu.
"Hal ini dikarenakan orbit Bumi ikut mengitari Matahari, maka posisi perihelion pada orbit Bumi juga akan bergeser terhadap ekuinoks vernal atau perpotongan orbit Bumi dengan proyeksi katulistiwa pada bola langit," jelas dia, dikutip dari laman .
"Fenomena ini disebut juga presisi apsidal, di mana setiap 50 tahun sekali, tanggal perihelion dan aphelion cenderung bergeser satu hari lebih lambat," lanjutnya.
Baca juga: Daerah yang Berpotensi Terjadi Fenomena Embun Es seperti Dieng
Sementara itu, Kepala Bidang Prediksi dan Peringatan Dini Cuaca Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Miming Saepudin menjelaskan suhu dingin belakangan merupakan fenomena yang umum terjadi pada musim kemarau mulai Juli hingga September.
"Periode ini ditandai pergerakan angin dari arah timur yang berasal dari Benua Australia," kata Miming, dikutip dari pemberitaan 优游国际.com.
Menurutnya, wilayah Australia pada Juli-Agustus sedang berada dalam periode musim dingin.
Baca juga: 5 Kota Paling Dingin di Dunia, Mana Saja?
Tingginya pola tekanan udara itu menyebabkan terjadinya pergerakan massa udara dari Australia menuju Indonesia atau lebih dikenal dengan Monsun Australia.