KOMPAS.com - Seorang remaja asal Kebumen, Dafa Adzin Albasith (18) tewas dianiaya sekelompok orang di daerah Gedongkuning, Kota Yogyakarta, Minggu (13/4/2022).
Peristiwa nahas itu terjadi sekitar pukul 02.00 WIB saat korban bersama teman-temannya mencari makan sahur.
Menurut polisi, Dafa dan teman-temannya terlibat tawuran dengan sekelompok orang karena dipicu saling ejek.
"Untuk kasus kejahatan jalanan kasuistis kemarin lebih tepatnya tawuran karena ada proses ketersinggungan ejek-ejekan dari dua kelompok," ungkap Dirreskrimum Polda DIY Kombes Ade Ary Syam Indradi, dikutip dari 优游国际.com, Selasa (5/4/2022).
Korban tewas diketahui merupakan siswa kelas XI di SMA Muhammadiyah 2 Yogyakarta dan merupakan anak seorang anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kebumen, Jawa Tengah.
Baca juga: Menyelisik Awal Mula Munculnya Klitih di Yogyakarta...
Lantas, mengapa aksi penganiayaan diduga klitih ini masih saja terjadi?
Sosiolog Kriminalitas dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Soeprapto mengatakan, aksi klitih atau perilaku penganiayaan berat (anirat) di jalanan oleh remaja atau pelajar masih saja terjadi disebabkan karena beberapa hal.
Penyebab pertama, menurut Soeprapto, masih banyak orangtua yang acuh atau tidak mau tahu ketika anaknya tidak berada di rumah hingga larut pagi.
"Yang seharusnya orangtua mempertanyakan dan mengontrol jika anaknya tidak di rumah sampat larut pagi itu berada di mana, dengan siapa, dan sedang melakukan apa," ujar dia, saat dihubungi 优游国际.com, Rabu (6/3/2022).
Ia menuturkan, anak-anak sekarang amat pandai dalam menyampaikan alasan sebelum pergi meninggalkan rumah.
"Mengerjakan tugas, belajar bersama, dan apalagi di saat bulan puasa, maka bisa beralasan (shalat) tarawih tapi pulangnya pagi atau beralasan sahur tapi berangkatnya sebelum pukul 00.00," imbuh Soeprapto.
Baca juga: Klitih di Yogya Tewaskan Anak Anggota DPRD Kebumen, Apa Itu Klitih?
Kemudian, penyebab berikutnya, tidak semua remaja atau pelajar memiliki kecerdasan emosional atau EQ pada tahap dua, yaitu mampu mengendalikan diri ketika dipancing emosinya oleh pihak lain.
"Kita ketahui bahwa peristiwa hari Minggu dini hari itu terjadi bermula dari adanya kelompok tertentu yang membleyer sepeda motornya, dan mereka itu memang sedang mencari musuh dan memancing minat untuk bertikai," kata Soeprapto.
Sebagai kelompok pemancing minat bertikai, mereka telah siap dengan segala peralatan bertikai.
Sementara itu, imbuhnya, kelompok korban yang emosi karena mendengar deru mesin di-blayer, agaknya kurang siap dan kurang cepat dalam mempertahankan dan melawan serangan.