KOMPAS.com - Pada abad ke-19, terjadi perang saudara di Kerajaan Banjar yang berdiri di Kalimantan Selatan.
Perang saudara tersebut imbas dari campur tangan Belanda dalam kehidupan politik kerajaan.
Dalam perang saudara di Kerajaan Banjar, terdapat tiga kelompok yang saling berebut kekuasaan.
Berikut tiga kelompok yang saling berebut kekuasaan di Kerajaan Banjar.
Baca juga: Kesultanan Banjar: Sejarah, Sistem Pemerintahan, dan Masa Kejayaan
Tiga kelompok yang saling berebut kekuasaan di Kerajaan Banjarmasin adalah kelompok Pangeran Tamjidillah, kelompok Pangeran Prabu Anom, dan kelompok Pangeran Hidayatullah.
Sejak pertengahan abad ke-18, Kerajaan Banjar telah menjalin kerja sama dengan Belanda.
Baca juga: Eks Marinir yang Gabung Militer Rusia Ternyata Pecatan TNI AL
Dalam perkembangannya, Belanda mulai ikut campur urusan kerajaan dan merebut banyak wilayah dari Sultan Banjar.
Kegelisahan rakyat dan para bangsawan semakin besar ketika melihat campur tangan Belanda dalam pengangkatan pejabat-pejabat penting kerajaan, termasuk sultan.
Puncaknya pada pertengahan abad ke-19, ketika mangkubumi meninggal pada 1851.
Baca juga: Jadi DPO OPM, Lenis Kogoya: Saya Tidak Pernah Takut
Timbul perbedaan pendapat terkait penggantinya. Sultan Adam (1825-1857) yang berkuasa saat itu, menginginkan putranya yang keempat, Prabu Anom, sebagai pengganti.
Namun, Belanda tidak setuju dan justru mengangkat Pangeran Tamjidillah, putra dari kakak Prabu Anom, Raja Muda Abdurrakhman.
Pangeran Tamjidillah adalah putra Raja Muda Abdurrakhman dengan Nyai Aminah, yang bukan keturunan bangsawan.
Baca juga: Raja-Raja Kesultanan Banjar
Masalah kembali muncul ketika putra mahkota, yakni Raja Muda Abdurrakhman, meninggal pada 1852, yang disinyalir atas perbuatan Prabu Anom.
Sepeninggal Raja Muda Abdurrakhman, Sultan Adam ingin mengangkat Pangeran Hidayatullah sebagai putra mahkota.
Pangeran Hidayatullah adalah putra Raja Muda Abdurrakhman dan Ratu Siti.
Baca juga: Gaspol Hari Ini: Mahfud MD Angkat Bicara Persoalan Gibran dan Dugaan Ijazah Palsu Jokowi