KOMPAS.com - Kebijakan pemotongan gaji pekerja untuk iuran simpanan sebagai peserta Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) menuai polemik.
Hal itu menyusul terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tapera, yang ditetapkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 20 Mei 2024.
Dibandingkan dengan beleid yang lama yakni PP No. 25/2020, sebetulnya di dalam beleid terbaru PP No. 21/2024 tidak ada banyak perubahan jika berkaitan dengan target sasaran pekerja sebagai peserta Tapera, besaran iuran simpanan, hingga waktu pemberlakuannya.
Poin yang berkaitan dengan hal-hal di atas dan mengalami perubahan di dalam PP No. 21/2024 adalah kewenangan pengaturan golongan pekerja untuk Kepesertaan Tapera oleh kementerian terkait.
Seperti di dalam Pasal 15 ayat (4) tertulis bahwa dasar perhitungan untuk menentukan perkalian besaran simpanan peserta 3 persen dilaksanakan dengan ketentuan:
Sehingga, terkait target sasaran pekerja sebagai peserta Tapera, besaran iuran simpanan, hingga waktu pemberlakuannya, PP No. 21/2024 masih sama dengan PP No. 25/2020.
Para pekerja, termasuk karyawan swasta dan pekerja mandiri, wajib menjadi peserta Tapera dengan pemotongan gaji 3 persen setiap bulan untuk iuran tabungan.
Iuran itu dibayarkan dengan perincian 0,5 persen oleh pemberi kerja dan 2,5 persen ditanggung oleh pekerja. Namun, untuk pekerja mandiri ditanggung secara mandiri 3 persen.
Baca juga: Pengamat Sebut Program Tapera Sudah Tepat Meski Gaji Pekerja Dipotong
Pemberi kerja juga wajib mendaftarkan pekerja kepada BP Tapera paling lambat tujuh tahun sejak tanggal berlakunya PP No. 25/2020.
Artinya, pendaftaran kepesertaan Tapera, termasuk pemotongan gaji pekerja, wajib dilakukan paling lambat tahun 2027 mendatang.
Intinya, PP No. 21/2024 menegaskan kembali bahwa kebijakan Tapera ini tetap berjalan dan akan didorong pemberlakuannya hingga tahun 2027 mendatang.
Sehingga, hal itu memicu kontroversi di kalangan masyarakat, termasuk dari para pekerja, yang merasa keberatan dengan adanya kebijakan pemotongan gaji untuk iuran Tapera.
Presiden Asosiasi Pekerja Indonesia (ASPEK) Mirah Sumirat menolak pengenaan pemotongan gaji untuk iuran Tapera sebesar 3 persen.
Menurut dia, para pekerja atau buruh saat ini masih tertekan dengan upah murah dan harga pangan yang masih melambung. Oleh karena itu, kebijakan terkait iuran Tapera hanya akan menambah beban para pekerja.
"Kami juga bingung pemerintah mengeluarkan itu tanpa sepengetahuan stakeholder terkait. Membuat keputusan yang justru membebankan pekerja/buruh, keputusan membebankan buruh dan tidak melibatkan buruh, ini kan aneh," kata Mirah, Selasa (28/05/2024), dikutip dari 优游国际.com.
Dia menilai, aturan iuran Tapera tidak tepat dan akan membuat pekerja kelas menengah semakin terjepit. Untuk itu, ia meminta agar regulasi terkait iuran Tapera tersebut dibatalkan.
"Menurut saya batalkan, harusnya pemerintah sibuk memberikan subsidi lagi kepada pekerja/buruh, bukan memeras uang buruh, pekerjanya kan kelas menangah di mana mereka kejepit banget," ujarnya.
Pada kesempatan terpisah, Wakil Ketua Umum Partai Buruh Agus Supriyadi menekankan juga menolak pemotongan gaji pekerja untuk Tapera. Sebab, ketentuan yang diatur PP No. 21/2024 kian memberatkan beban finansial pekerja.
"Secara tegas Partai Buruh menolak PP Tapera yang baru disahkan, karena buruh mendapatkan beban untuk pembayaran 2,5 persen yang akan di potong dari upah atau gaji,” ujar Agus, Rabu (29/05/2024), dikutip dari 优游国际.com.