KOMPAS.com - Warga Dusun Tapakerbau, Desa Gersik Putih, Kecamatan Gapura, Kabupaten Sumenep, Jawa Timur, telah berjuang selama bertahun-tahun untuk menggugat kepemilikan Sertifikat Hak Milik (SHM) yang diterbitkan di atas lebih dari 20 hektar pesisir pantai di wilayah mereka.
Namun, meskipun upaya hukum dan pengaduan telah dilakukan berulang kali, hasilnya masih nihil. Konflik antara warga dan pemerintah desa yang sudah berlangsung sejak tahun 2013 ini terus berlanjut hingga saat ini.
Menurut kuasa hukum warga, Marlaf Sucipto, warga Dusun Tapakerbau yang tergabung dalam Gerakan Masyarakat Menolak Reklamasi (Gema Aksi), telah mengirimkan berbagai surat pengaduan kepada pemerintah serta lembaga terkait dengan harapan agar SHM yang diterbitkan di atas pantai tersebut bisa dikoreksi atau dicabut.
Baca juga:
Sayangnya, meski surat-surat pengaduan sudah diajukan berkali-kali, sebagian besar pihak terkait malah mendukung dan menyetujui penerbitan SHM tersebut.
Salah satu surat pengaduan yang dikirimkan oleh warga adalah kepada Ombudsman Republik Indonesia (RI) pada 26 Juni 2023.
Pengaduan tersebut berfokus pada SHM yang diterbitkan di atas lebih dari 20 hektar pesisir pantai yang terletak di desa mereka.
Rencananya, kawasan tersebut akan direklamasi untuk membangun kawasan ekonomi.
Dalam surat pengaduan mereka, warga mengungkapkan kekhawatiran terkait dampak reklamasi terhadap lingkungan dan mata pencaharian mereka yang bergantung pada sumber daya pesisir.
Ombudsman RI Perwakilan Jawa Timur merespons pengaduan tersebut pada 18 Juli 2024 melalui surat dengan nomor T/470/LM.29-15/1110.2023/VII/2024.
Baca juga:
Dalam surat balasan tersebut, Ombudsman menyatakan bahwa penerbitan 19 SHM pada tahun 2009 dianggap telah sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
Surat tersebut menjelaskan bahwa 19 SHM diterbitkan berdasarkan permohonan hak dan surat keputusan Kepala Kantor Pertanahan Sumenep melalui program Land Management and Policy Development Program (LMPDP), yang merupakan sebuah program pemerintah yang bertujuan untuk mengelola dan memetakan penggunaan lahan.
Menanggapi surat tersebut, warga Dusun Tapakerbau yang mayoritas berprofesi sebagai nelayan, kembali mengirimkan surat respons pada 31 Juli 2024. Mereka meminta agar penerbitan 19 SHM tersebut dikoreksi ulang.
“Kami meminta agar Ombudsman RI Perwakilan Jawa Timur berkenan melakukan pantauan langsung ke pantai yang sudah ada SHM-nya itu,” ujar Marlaf.
Baca juga:
Warga merasa bahwa pemeriksaan lapangan yang lebih mendalam diperlukan untuk memastikan bahwa penerbitan SHM tidak melanggar hak-hak mereka sebagai masyarakat yang hidup dan bergantung pada pesisir pantai tersebut.
Namun, permohonan mereka untuk turun langsung ke lapangan tidak direspons dengan memadai. Pada 2 Oktober 2024, Ombudsman RI Perwakilan Jawa Timur menutup laporan tersebut melalui Surat Nomor: T/667/LM.29-15/1110.2023/X/2024.