KOMPAS.com - Hari ini, 6 Februari 2025, dunia sastra Indonesia mem[rperingati 100 tahun Pramoedya Ananta Toer.
Pramoedya Ananta Toer adalah salah satu sastrawan terbesar dalam sejarah Indonesia.
Sepanjang hidupnya, ia dikenal sebagai penulis yang vokal dalam menyuarakan realitas sosial, politik, dan sejarah Indonesia.
Meski karyanya sempat dilarang dan dibakar pada masa Orde Baru, warisan sastra yang ditinggalkan Pramoedya Ananta Toer tetap menjadi bagian penting dalam dunia literasi.
Baca juga:
Pramoedya Ananta Toer lahir di Blora, Jawa Tengah, pada 6 Februari 1925. Ia merupakan anak sulung dari delapan bersaudara.
Ayahnya, Mastoer, adalah seorang guru, sedangkan ibunya, Oemi Saidah, merupakan seorang pedagang.
Sejak kecil, Pram, begitu ia akrab disapa, telah menunjukkan ketertarikannya pada dunia sastra.
Namun, perjalanan pendidikannya tidak selalu mulus. Ia pernah tidak naik kelas tiga kali di sekolah dasar, yang membuat ayahnya kecewa.
Setelah menyelesaikan pendidikan dasar, Pram melanjutkan ke sekolah telegraf, Radio Vackschool.
Meskipun lulus, ia tidak sempat mendapatkan sertifikat karena pendudukan Jepang di Indonesia.
Di usia 17 tahun, ia kehilangan ibunya, kemudian harus menanggung hidup keluarganya karena ayahnya memiliki kebiasaan berjudi.
Pram lalu merantau ke Jakarta pada 1942 dan bekerja di Kantor Berita Domei sembari melanjutkan pendidikan di Taman Siswa dan Sekolah Stenografi.
Ketertarikannya terhadap dunia sastra semakin berkembang saat ia mulai menulis setelah bekerja di Kantor Berita Domei.
Pengalamannya selama masa revolusi, termasuk keterlibatannya dalam Tentara Keamanan Rakyat (TKR), memperkaya perspektifnya dalam menulis.
Pada 1947, ia ditangkap oleh Belanda karena menyimpan dokumen gerakan bawah tanah dan dipenjara di Bukit Duri hingga 1949.
News
Prov
Hype
Hype
Tren
News
News
Regional
Hype
News
News
News