KOMPAS.com - Darso (43), seorang warga Kampung Gilisari, Kelurahan Purwosari, Kecamatan Mijen, Kota Semarang, diduga menjadi korban penganiayaan oleh sejumlah oknum anggota Satlantas Polresta Yogyakarta.
Dugaan penganiayaan terjadi pada tanggal 21 September 2024. Kejadian ini berujung pada kematian Darso, setelah ia dirawat selama beberapa hari di rumah sakit.
Pagi di hari kejadian, sekitar pukul 06.00 WIB, Darso dijemput oleh tiga orang yang mengendarai mobil.
Istri korban, Poniyem (42), yang tidak curiga, langsung memanggil suaminya untuk keluar dan menemui mereka. Penjemputan itu berlangsung tanpa surat penangkapan, surat tugas, atau dokumen lainnya. Setelah itu, Darso dibawa pergi.
Sekitar pukul 14.00 WIB, Poniyem menerima kabar dari Ketua RT setempat bahwa suaminya sedang dirawat di RS Permata Medika Ngaliyan Semarang.
Baca juga: Diduga Dianiaya Oknum Polisi, Warga Semarang Meninggal Usai Dirawat di Rumah Sakit
Ia segera menuju rumah sakit dan mendapati suaminya dalam kondisi terluka parah. Poniyem mengungkapkan bahwa Darso mengaku dipukuli oleh orang-orang yang membawanya.
"Suami saya mengaku dihajar di kepala, perut, dan dada," kata Poniyem, yang kemudian melihat luka lebam di pipi kanan suaminya.
Diduga penganiayaan dilakukan 200 meter dari rumah korban dan masih di wilayah Kecamatan Mijen.
Korban dirawat di ruang ICU selama tiga hari setelah kejadian, dan selanjutnya dipindahkan ke ruang perawatan biasa.
Meskipun mendapat perawatan medis, kondisinya tidak membaik. Setelah dua hari di rumah, Darso akhirnya meninggal dunia.
Sebelum meninggal, Darso sempat mengungkapkan ketidakpuasannya atas penganiayaan yang dialaminya. Ia meminta kepada keluarga untuk memperjuangkan keadilan.
"Sebelum meninggal, suami saya meminta kasus ini diproses," ujar Poniyem.
Baca juga:
Setelah kejadian, pihak keluarga sempat dihubungi oleh oknum yang diduga terlibat dalam penganiayaan tersebut untuk melakukan mediasi.
Tiga kali pertemuan diadakan, meskipun tidak berhasil mencapai kesepakatan.
Dalam pertemuan itu, keluarga korban diberikan uang Rp25 juta, yang mereka anggap sebagai uang duka. Namun, uang tersebut masih utuh dan belum digunakan.