KOMPAS.com – Nama Mardigu Wowiek Prasantyo, yang akrab disapa Bossman Mardigu, kini resmi menduduki posisi sebagai Komisaris Utama Independen PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten (Bank BJB).
Penunjukan ini dilakukan dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Tahunan Tahun Buku 2024.
Dalam RUPS tersebut, Bank BJB menetapkan enam komisaris baru dan enam anggota direksi baru.
Rapat penting itu dihadiri oleh Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi, Wakil Gubernur Banten Dimyati Natakusumah, serta 27 kepala daerah dan para pemegang saham lainnya.
Salah satu keputusan penting yang dihasilkan dalam RUPS adalah pengangkatan Mardigu sebagai Komisaris Utama Independen.
Selain itu, sosok publik Helmy Yahya juga ditunjuk sebagai Komisaris Independen. Untuk posisi Direktur Utama, ditetapkan Yusuf Saadudin, yang sebelumnya menjabat sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Dirut BJB.
Baca juga:
Usai rapat, Gubernur Dedi Mulyadi menegaskan bahwa penyusunan jajaran baru di tubuh komisaris dan direksi Bank BJB dilakukan secara profesional dan telah disepakati semua pemegang saham.
Mardigu Wowiek Prasantyo, lebih dikenal sebagai Bossman Mardigu, merupakan seorang pengusaha asal Indonesia yang aktif di berbagai media sosial, seperti Instagram dan YouTube.
Dikutip dari Wikipedia, pria kelahiran Madiun, Jawa Timur, pada era 1960-an ini dikenal sebagai pendukung konsep Modern Monetary Theory (MMT). Ia percaya bahwa MMT bisa mengurangi ketergantungan Indonesia terhadap dollar Amerika Serikat.
Ia juga sempat mengusulkan penciptaan mata uang alternatif bernama "Dinar" yang berbasis emas, dengan harapan memiliki nilai yang lebih stabil.
Selain sebagai pengusaha, Mardigu dikenal pula sebagai pengamat terorisme. Ia mengeklaim pernah mewawancarai lebih dari 400 anggota jaringan teroris.
Tak hanya itu, dirinya juga pernah menyebut bahwa ia sempat menjadi staf ahli di sebuah kementerian pada periode 2014 hingga 2019.
Baca juga:
Sebagai filantrop, Mardigu menjalankan program Rumah Yatim Indonesia yang menampung sekitar 1.000 santri. Ia merupakan anak seorang perwira Angkatan Udara, dan masa kecilnya dipenuhi dengan perpindahan dari satu kota ke kota lain mengikuti dinas sang ayah.
Julukan "Sontoloyo" yang melekat padanya berasal dari sang kakek, yang memiliki pesantren. Sejak kecil, Mardigu dikenal kritis, bahkan sering melontarkan pertanyaan yang sulit dijawab sang kakek—yang kemudian menjulukinya "Sontoloyo" karena pertanyaannya yang nyeleneh.
Ketika duduk di bangku SD, Mardigu sempat tinggal di Palembang. Saat kelas 5, ia pindah ke Balikpapan, Kalimantan Timur, lalu berlanjut ke DKI Jakarta saat SMA.