KHARTOUM, KOMPAS.com – Utusan PBB untuk Sudan Volker Perthes mengatakan, tidak ada tanda-tanda bahwa dua pihak yang bertempur di negara tersebut siap untuk merundingkan penghentian pertumpahan darah.
Sudan diliputi situasi yang mencekam akibat pertempuran antara angkatan bersenjata melawan pasukan paramiliter Rapid Support Forces (RSF) untuk memperebutkan kekuasaan.
Kedua belah pihak sudah menyepakati gencatan senjata 72 jam mulai Selasa (25/4/2023). Namun, keduanya tetap jual-beli serangan di ibu kota negara, Khartoum, dan sejumlah lokasi lainnya.
Baca juga: PBB Kecam Serangan terhadap Warga Sipil di Sudan
Dalam pertemuan Dewan Keamanan PBB (DK PBB) di New York City, AS, pada Selasa (25/4/2023), Perthes mengatakan bahwa kedua belah pihak sama-sama meyakini bahwa mereka dapat mengamankan kemenangan.
Dia berbicara melalui video call dari Port Sudan, sebagaimana dilansir Al Jazeera. Konflik berdarah antara angkatan bersenjata Sudan dengan RSF pecah sejak 15 April dan hingga kini telah menewaskan ratusan orang.
“Belum ada tanda tegas bahwa kedua belah pihak siap untuk bernegosiasi secara serius, yang menunjukkan bahwa keduanya berpikir bahwa mengamankan kemenangan militer atas yang lain adalah mungkin,” kata Perthes.
“Ini salah perhitungan,” imbuh Perthes.
Baca juga: Apa Kepentingan Tentara Bayaran Rusia Grup Wagner di Sudan?
Mengomentari gencatan senjata antara angkatan bersenjata Sudan dan RSF, Perthes menyampaikan bahwa genjatan senjata diimplementasikan di beberapa wilayah.
Akan tetapi, di daerah-daerah penting, pertempuran tetap terjadi. Dan Khartoum tetap menjadi medan pertempuran sengit antara kedua belah pihak.
“Kami juga mendengar laporan lanjutan tentang pertempuran dan pergerakan pasukan,” kata Perthes.
Perthes menambahkan, baik angkatan bersenjata Sudan dan RSF sama-sama mengabaikan hukum dan norma perang.
Baca juga: AS: Gencatan Senjata 72 jam Disepakati di Sudan
“Kedua pihak yang bertikai telah bertempur dengan mengabaikan hukum dan norma perang, menyerang daerah padat penduduk, dengan sedikit perhatian terhadap warga sipil, rumah sakit, atau bahkan kendaraan untuk memindahkan yang terluka dan sakit,” ucap Perthes.
Perthes berujar, konflik berdarah antara angkatan bersenjata Sudan dengan RSF telah menciptakan bencana kemanusiaan di mana warga sipil-lah yang menanggung akibat paling berat.
Pertempuran antara angkatan bersenjata Sudan dengan RSF sejauh ini telah menewaskan sedikitnya 459 orang, melukai lebih dari 4.000 orang.
Baca juga: Sekjen PBB Sebut Konflik di Sudan Terus Memburuk, Peringatkan Ini
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita 优游国际.com WhatsApp Channel : . Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.