NEW YORK, KOMPAS.com - Para peneliti pada Senin (24/4/2023) mengemukakan pendapat, bahwa akun-akun Twitter yang dioperasikan pemerintah otoriter di Rusia, China, dan Iran diuntungkan dari perubahan kebijakan yang diambil perusahaan media sosial tersebut baru-baru ini.
Perubahan itu memudahkan mereka menarik pengikut baru dan menyiarkan propaganda dan disinformasi ke khalayak yang lebih luas.
Twitter tidak lagi melabeli media yang dikuasai negara dan agen propaganda, dan tidak akan lagi melarang konten mereka untuk dipromosikan atau direkomendasikan secara otomatis kepada pengguna.
Baca juga: Twitter Kembalikan Centang Biru Gratis untuk Beberapa Media dan Selebritas
Kedua perubahan, yang dibuat dalam beberapa minggu ini, telah meningkatkan kemampuan Kremlin untuk menggunakan platform yang berbasis di Amerika Serikat itu untuk menyebar kebohongan dan klaim menyesatkan tentang invasinya ke Ukraina, politik AS, dan sejumlah topik lainnya.
Menurut temuan yang dirilis oleh Reset pada Senin, akun-akun media pemerintah Rusia kini 33 persen dilihat lebih banyak daripada beberapa minggu lalu, sebelum perubahan tersebut dilakukan.
Reset adalah organisasi nirlaba yang berbasis di London, Inggris.
Organisasi itu melacak penggunaan media sosial oleh pemerintah otoriter untuk menyebar propaganda. Temuan Reset pertama kali dilaporkan oleh kantor berita Associated Press (AP).
Peningkatan tersebut mencapai lebih dari 125.000 tampilan tambahan per postingan.
Unggahan-unggahan itu termasuk menyebutkan bahwa CIA terkait dengan serangan 11 September 2001 di Amerika Serikat, bahwa para pemimpin Ukraina menggelapkan bantuan asing ke negara mereka, dan bahwa invasi Rusia ke Ukraina dibenarkan karena AS mengoperasikan laboratorium biowarfare klandestin di sana.
Baca juga: Centang Biru Twitter Sempat Hilang karena Tak Bayar, dari Oprah hingga Paus Fransiskus
Agensi media negara yang dioperasikan Iran dan China mengalami peningkatan serupa sejak Twitter diam-diam melakukan perubahan.
Perubahan Twitter tersebut adalah perkembangan terbaru sejak miliarder Elon Musk membeli Twitter pada tahun lalu.
Sejak itu, Musk memperkenalkan sistem verifikasi baru yang membingungkan dan mem-PHK banyak staf, termasuk mereka yang bertugas menggempur disinformasi, mengizinkan kembali neoNazi dan lainnya yang sebelumnya ditangguhkan dari situs tersebut.
Elon Musk juga mengakhiri kebijakan yang melarang disinformasi Covid-19 yang berbahaya. Akibatnya, ujaran kebencian dan disinformasi telah berkembang pesat.
Baca juga: Radio Publik Swedia Nonaktifkan Twitter, Imbas Label Elon Musk
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita 优游国际.com WhatsApp Channel : . Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.