KHARTOUM, KOMPAS.com - Pemimpin militer Sudan akhirnya kembalikan kekuasaan ke sipil dalam langkah signifikan untuk mengakhiri krisis politik yang sedang berlangsung.
Masa transisi dua tahun yang dipimpin oleh para pemimpin sipil akhirnya mencapai kesepakatan yang diumumkan di ibu kota, Khartoum sebagaimana dilansir BBC pada Senin (5/12/2022).
Tapi penolakan disampaikan oleh pengunjuk rasa pro-demokrasi yang secara reguler melakukan protes jalanan melawan tentara.
Baca juga: Kasus Ebola Sudan di Uganda Menurun 3 Minggu Beruntun
Sudan dilanda krisis sejak tentara menggulingkan penguasa lama Omar al-Bashir pada 2019.
Setelah pemecatannya, para pemimpin militer dan sipil yang diwakili oleh koalisi yang disebut Pasukan Kebebasan dan Perubahan, setuju untuk membentuk pemerintahan transisi bersama.
Persatuan yang tidak mudah itu berakhir akhir tahun lalu ketika militer menggulingkan perdana menteri saat itu, Abdalla Hamdok.
Dia kembali menjabat awal tahun ini, tetapi mengundurkan diri menyusul protes massal yang menentang kesepakatan pembagian kekuasaan antara dia dengan tentara.
Pada Senin (5/12/2022), ada sorakan di istana kepresidenan di Khartoum setelah para jenderal militer dan pemimpin sipil menandatangani kesepakatan terbaru.
Pemimpin militer Gen Abdel Fattah Al-Buran tampak menggaungkan sentimen massa ketika dia mengulangi slogan revolusioner populer: "Militer ada di barak."
Baca juga: Wabah Ebola Sudan Muncul Kembali di Uganda, Catat 7 Kasus dan 1 Kematian
Namun, di luar kompleks benteng kepresidenan, pengunjuk rasa pro-demokrasi yang kebanyakan perempuan dan laki-laki muda mengadakan pawai menentang kesepakatan itu.
"Kepercayaan rusak. Militer bisa melakukan ini lagi," kata Sudan Hajooj Kuka, pembuat film yang mendapat pengakuan secara internasional.
Berbicara kepada BBC saat bersiap untuk berdemonstrasi, dia mengatakan masalah terbesar adalah tetap berkuasanya para pemimpin kudeta, seperti Al-Burhan dan wakilnya Hemeti.
“Orang-orang terbunuh, terluka, ditahan (karena memprotes) dan mereka terus maju (memerintah) tanpa pertanggungjawaban," ujarnya.
Meskipun ada beberapa keraguan, kesepakatan yang masih kurang detail pada Senin (5/12/2022) dipandang sebagai langkah awal untuk mencari solusi atas krisis politik
Terlepas dari transisi yang dipimpin sipil selama dua tahun, militer juga telah memutuskan untuk menyerahkan portofolio pertahanan dan keamanan kepada perdana menteri sipil, yang belum disebutkan namanya.
Baca juga: Sudan Selatan Umumkan Wabah Kolera Terbaru