NAYPYIDAW, KOMPAS.com - Seorang tentara pemberontak etnis Myanmar terkemuka mengatakan telah menembak jatuh sebuah helikopter militer pada Senin (3/5/2021).
Serangan itu dilakukan sehari setelah tindakan keras junta kembali dilakukan terhadap protes anti-kudeta, yang menewaskan sedikitnya delapan warga sipil menurut Al Jazeera.
Baca juga: Kelompok Pemberontak Myanmar Serukan Pasukan Etnis Bersatu Lawan Militer
Tentara Kemerdekaan Kachin (KIA) mengatakan telah menjatuhkan helikopter tempur tersebut selama bentrokan sengit di dekat kota Momauk, di ujung utara negara itu.
Myanmar berada dalam kekacauan sejak militer menggulingkan pemimpin sipil Aung San Suu Kyi dan merebut kekuasaan pada 1 Februari.
Pasukan keamanan berusaha memadamkan protes pro-demokrasi yang hampir setiap hari berlangsung, dengan kekuatan mematikan.
Di saat yang sama konflik berkepanjangan dengan pemberontak etnis meletus menjadi pertempuran sengit.
KIA, yang telah melancarkan pemberontakan selama puluhan tahun terhadap militer di negara bagian Kachin utara, dilanda serangan udara dalam beberapa pekan terakhir.
"Mereka menggunakan jet tempur dan helikopter tempur sejak pukul delapan pagi, ini untuk menyerang pasukan kami. Pasukan kami balas menembak dan begitulah helikopter itu ditembak jatuh," kata juru bicara KIA Kolonel , yang menolak memberikan rincian persenjataan yang digunakan untuk melumpugkan helikopter tersebut.
Baca juga: Akibat Kudeta Militer dan Covid-19, Setengah Populasi Myanmar Terancam Miskin
A GOOD NEWS is a helicopter of MAL-led SAC Terrorist Group was shot down by Kachin Independence Army (KIA) in MOMAUK, Kachin State today morning.
— Ro Nay San Lwin (@nslwin)
AFP telah mencoba menghubungi militer Myanmar untuk meminta pertanggungjawaban mereka atas kejadian tersebut, tetapi belum mendapat tanggapan.
Sejumlah kelompok pemberontak etnis Myanmar telah mendukung gerakan protes anti-kudeta. Mereka menawarkan perlindungan, dan bahkan pelatihan bagi para aktivis yang melarikan diri dari tindakan keras tersebut.
Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (AAPP), sebuah kelompok pemantau lokal, mengatakan setidaknya delapan warga sipil tewas dalam operasi untuk membubarkan protes pada Minggu (2/5/2021).
AAPP mengatakan itu adalah korban tewas satu hari tertinggi, sejak KTT ASEAN tentang krisis Myanmar bulan lalu.
Sebanyak 765 warga sipil telah tewas dalam tindakan keras tersebut, menurut AAPP. Tapi pihak militer mempermasalahkan jumlah korban, dan memberikan angka yang jauh lebih rendah.
Lebih dari 4.500 orang telah ditangkap, kata pengawas itu, termasuk puluhan jurnalis.
Baca juga: Setidaknya 8 Orang Kembali Dilaporkan Tewas dalam Protes Anti-kudeta Myanmar
Pada Senin (3/5/2021), Hari Kebebasan Pers Sedunia, sekelompok kedutaan asing di Myanmar mengutuk perlakuan junta terhadap jurnalis, yang disebut telah menjadi "target penindasan".
Outlet media independen telah ditutup atau lisensi mereka dicabut. Otoritas Myanmar telah membatasi akses internet dalam upaya untuk membendung arus informasi tentang protes dan tindakan keras.
"Kami menyerukan pembebasan segera semua pekerja media, penegakan kebebasan informasi dan komunikasi dan untuk diakhirinya semua pembatasan internet di Myanmar," kata pernyataan itu.
Tercatat dari 80 jurnalis yang ditangkap oleh pihak berwenang, lebih dari setengahnya masih ditahan.
Penandatangan pernyataan itu termasuk kedutaan besar Amerika Serikat, Uni Eropa, Australia, Inggris, Perancis dan Jerman.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita 优游国际.com WhatsApp Channel : . Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.