BEIRUT, KOMPAS.com - Beberapa surat menunjukkan adanya bahaya akan kargo berisi amonium nitrat di pelabuhan Beirut, Lebanon, enam tahun lalu.
Kargo berisi bahan kimia yang bisa dibuat peledak maupun pupuk tanaman berton-ton itu telah memicu ledakan besar dan dahsyat yang mengguncang ibu kota Beirut pada Selasa (4/8/2020).
Sebelumnya, 优游国际.com telah memberitakan bahwa korban tewas akibat ledakan meningkat dari 78 menjadi 100 orang.
Adapun sebanyak 4.000 orang mengalami luka-luka atas ledakan yang berkekuatan seperlima dari bom Hiroshima itu.
???? ??? ?????? ??? ?????? ?????? ???? ??? ???? ?????? ?????
— Wadih AL-ASMAR (@walasmar)
????? ?? ???? ??? ?????
Ironisnya, sebuah analisis dari rekaman dokumen yang dipublikasikan secara online menunjukkan bahwa para pejabat senior Lebanon tahu keberadaan enam tahun kargo amonium nitrat yang disimpan di sebuah gudang di pelabuhan Beirut.
Bahkan, mereka "dikatakan" di dalam dokumen itu "sangat menyadari bahaya yang ditimbulkan" dari bahan peledak tersebut.
Pertanyaannya, bagaimana kargo berisi amonium nitrat itu bisa berada di sana? Berikut penjelasannya seperti dikutip Aljazeera News, Rabu (5/8/2020).
Baca juga: Akibat Ledakan Besar di Lebanon 300.000 Penduduk Kehilangan Rumah
Sebuah kargo berisi amonium nitrat tiba di Lebanon pada September 2013, dari sebuah kapal kargo milik Rusia yang mengibarkan bendera Moldova.
Rhosus, nama kapal itu, berdasarkan informasi dari situs pelacakan kapal, Fleetmon, sedang menuju ke Mozambik dari Georgia.
Karena mengalami masalah teknis di laut (berdasarkan rekaman data PDF pengacara yang mewakili awak kapal), para pejabat Lebanon mencegah kapal itu berlayar dan pada akhirnya kapal itu ditinggalkan oleh pemilik dan para awaknya.
Informasi itu kemudian dikuatkan oleh pihak Fleetmon.
Baca juga: Presiden Lebanon Janjikan Penyelidikan Transparan terhadap Ledakan Besar di Beirut
Kapal bermuatan bahan kimia berbahaya itu akhirnya "ditelantarkan" di sebuah gudang 12 di pelabuhan Beirut, ibu kota Lebanon.
Beberapa bulan kemudian, pada 27 Juni 2014, direktur Bea Cukai Lebanon kala itu, Shafik Merhi, mengirim surat kepada seorang hakim untuk "urusan sangat mendesak" yang tidak disebutkan namanya.
Merhi meminta solusi untuk kargo tersebut, menurut dokumen yang kini telah dipublikasikan secara online.
Pejabat itu kemudian mengirim sedikitnya lima surat lagi selama tiga tahun setelahnya, pada 5 Desember 2014, 6 Mei 2015, 20 Mei 2016, 13 Oktober 2016, dan 27 Oktober 2017.