KOMPAS.com - Di tengah pusaran modernisasi dan globalisasi, budaya Indonesia bagaikan harta karun yang tersembunyi. Kekayaan tak ternilai ini, meski diakui sebagai identitas bangsa, masih terbelenggu oleh berbagai tantangan.
Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim, dalam diskusi Kultur Wawas bersama Hilmar Farid, menyingkap tantangan utama di mana budaya belum dianggap sebagai prioritas nasional.
Narasi tentang pentingnya budaya memang gencar disuarakan, namun langkah nyata untuk mendukungnya masih jauh dari memadai.
Kondisi ini melahirkan dilema. Di satu sisi, budaya digembar-gemborkan sebagai pemersatu bangsa dan sumber kekuatan di era globalisasi. Di sisi lain, minimnya perhatian dan pendanaan menghambat upaya pelestarian dan pengembangannya.
Kebudayaan memegang peran sentral dalam membentuk identitas sebuah bangsa. Di Indonesia, keberagaman budaya menjadi kekayaan yang tak ternilai, namun tantangan besar terus dihadapi dalam mengelola dan mengembangkan ekosistem kebudayaan.
“Namun, tantangan yang lebih kompleks muncul dalam dua spektrum yang berbeda. Pertama, ada pandangan bahwa kebudayaan harus dikomersialisasikan untuk dapat berkembang. Kedua, muncul juga yang meyakini bahwa seni harus murni demi meningkatkan peradaban," ungkap Nadiem.
"Namun, debat mengenai hal ini harus diatasi karena keduanya sama-sama penting,” tutur Nadiem dalam diskusi tersebut.
Untuk itu dia menurutnya pentingnya memiliki institusi independen yang mampu mengelola dan mengorkestrasikan ekosistem kebudayaan dengan baik menjadi sorotan utama dalam mewujudkan visi kebudayaan yang kokoh.
“Adanya institusi independen baik dalam bentuk badan atau kementerian yang memiliki kewenangan dan anggaran yang memadai menjadi kunci dalam mengelola kebudayaan sebagai peningkatan peradaban dan memberikan dampak yang signi铿乲an bagi Indonesia ke depan," jelasnya.
Baca juga: Ada Kementerian Kebudayaan, Pemerintah Lebih Perhatikan Tokoh Budaya
"Hal ini mampu mempercepat proses birokrasi dan pembuatan keputusan sehingga laju pertumbuhan kebudayaan di Indonesia dapat lebih cepat,” lanjut Nadiem.
“Namun, sebelum institusi tersebut didirikan, reformasi undang-undang, keuangan, dan sumber daya manusia (SDM) harus dilakukan agar mampu mendorong profesionalisme dalam pengelolaan kebudayaan,” tambah Nadiem.